RI dan Amerika Perkuat Koalisi Melawan Ekstrimisme
- US Embassy Jakarta
VIVA.co.id - Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Amerika Serikat sudah terjalin lebih dari setengah abad. AS menempatkan Duta Besar pertamanya di Jakarta pada 28 Desember 1949. Hubungan itu kemudian berkembang pesat, hingga di tahun 2010, Indonesia dan Negeri Paman Sam sepakat untuk meluncurkan kemitraan komprehensif.
Saat itu pula, Barack Obama menjejakkan kaki untuk kali pertama sebagai Presiden di Indonesia. Bagi Obama, Indonesia bukan tempat asing, karena dia pernah menimba ilmu di SD Asisi, Menteng selama beberapa tahun.
Kendati memiliki hubungan yang erat, namun masih banyak salah persepsi yang timbul di warga kedua negara. Sebagian warga Indonesia berpikir Pemerintah AS bersikap diskriminatif terhadap kaum minoritas, sementara warga Negeri Paman Sam berpendapat Indonesia masih sama ketika dihajar krisis ekonomi tahun 1998 lalu.
Oleh sebab itu, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Robert O. Blake Jr, menilai lebih efektif jika membangun pemahaman kedua warga melalui para pemuda. Maka, dibentuk lah program bernama Youth Exchange and Study (YES) yang didukung oleh Departemen Luar Negeri. Tahun ini total pemuda Indonesia yang dikirim mencapai 83 orang.
"Mereka begitu hebat dan antusias menceritakan pengalamannya ketika berada di Alaska, New York, Texas dan berbagai daerah di AS. Ketika kembali ke Indonesia, mereka bisa menjelaskan mengenai AS kepada publik di sini. Sementara, mereka juga bisa berkisah mengenai kesuksesan Indonesia usai bangkit dari krisis tahun 1998 lalu," ujar Blake yang ditemui VIVA.co.id di Kedutaan Besar AS di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, awal Juli lalu.
Pertemuan Blake dengan puluhan pemuda itu diselenggarakan beberapa waktu lalu yang dikemas dalam acara buka puasa bersama. Dubes yang mulai bertugas di Indonesia pada Januari 2014 lalu itu mengaku bahagia bisa merasakan puasa di Indonesia.
Dia terkejut karena walaupun dalam keadaan puasa, warga Indonesia tetap semangat bekerja.
"Saya pernah bertugas di negara lain di kawasan Timur Tengah, tetapi di sana kehidupan berjalan lambat. Sementara, di sini semua orang bekerja seperti biasa hingga sore hari," kata mantan Dubes AS untuk Sri Lanka dan Maladewa itu.
Bertugas sebagai perwakilan negara adidaya, Blake kerap menjadi sasaran bagi publik Indonesia bertanya mengenai beragam kebijakan yang diterapkan pemerintahnya. Blake mengaku gembira bisa berkomunikasi dengan beragam lapisan masyarakat di Indonesia.
Bahkan, banyak warga Indonesia yang pernah menjejakkan kaki di AS mengatakan Negeri Paman Sam berbeda dari apa yang mereka pikirkan selama ini.
"Mereka terkejut banyak orang yang bersikap toleran dan saling terbuka. Tidak ada perasaan anti Islam yang mereka kira akan dilihat di sana," Blake menjelaskan.
Dia menambahkan, pada dasarnya Indonesia dan AS sama-sama negara yang multi agama dan multi etnis. Masyarakatnya pun beragam dan toleran. Tetapi, kata Blake, ada saja paham ekstrimisme yang hidup di semua negara.
Oleh sebab itu, kedua negara bekerja sama secara erat untuk menanggulangi itu. Dalam kesempatan itu, Blake turut membocorkan rencana kunjungan bilateral Presiden Joko Widodo ke Washington DC pada Oktober mendatang.
Dia mengatakan, usai pertemuan itu akan ada pengumuman penting mengenai kerja sama kedua negara di beberapa bidang. Namun, Blake memilih tak ingin membeberkan lebih jauh.
Lalu, apa saja agenda yang akan dibahas Jokowi ketika berkunjung ke AS? Seberapa jauh dukungan AS dalam upaya Indonesia memodernisasi alutsista militer? Bagaimana pula komentar Blake yang kini menjadi selebriti dadakan lantaran perannya di sebuah sinetron saat Ramadhan? Simak perbincangan khusus VIVA.co.id dengan Dubes Blake berikut:
Apa rasanya bertugas sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia di bulan suci Ramadhan?
Saya tak merasakan banyak perbedaannya. Saya merasa terkejut warga Indonesia tetap bekerja keras selama bulan Ramadhan.
Saya pernah bertugas di negara lain di kawasan Timur Tengah, tetapi di sana kehidupan berjalan lambat. Tetapi saya terkejut, karena ketika Ramadhan, semua orang di sini, tetap bekerja seperti biasa hingga sore hari. Ini merupakan kejutan yang menyenangkan.
Bagaimana Anda menjangkau komunitas Muslim di Indonesia? Apakah Anda banyak menghadiri kegiatan buka puasa?
Pertama, saya juga menggelar acara buka puasa atau Ifthar di kediaman dinas. Kami mengundang para pemimpin umat Muslim, selain itu kami juga mengundang para pelajar Muslim, terakhir kali kami bertemu dengan para pemimpin dari kaum perempuan.
Ini menjadi kesempatan yang bagus, bukan hanya untuk berbuka puasa, tetapi juga menggunakan semangat Ramadhan memperkuat kerja sama kedua negara, masyarakat. Sehingga, ini Ramadhan yang menyenangkan bagi saya.
Ketika Anda berdiskusi dengan komunitas Muslim dan akademisi, pertanyaan macam apa yang mereka tanyakan kepada Anda terkait pemahaman komunitas Muslim di Amerika Serikat dan Indonesia?
Mereka sebenarnya tidak menanyakan hal-hal yang sulit. Pertanyaan yang biasanya mereka tanyakan, lagipula sebagian dari mereka sebelumnya pernah mengikuti pertukaran ke Amerika Serikat atau program lainnya, mengatakan kepada saya betapa berbedanya AS dari apa yang mereka bayangkan.
Bahwa orang-orang lebih banyak yang bersikap toleransi dan saling terbuka. Tidak ada perasaan anti Islam yang mereka kira akan dilihat. Tentu saya bahagia mendengar hal itu dan saya rasa itu benar.
Setiap negara pasti ada ekstrimisme terhadap satu paham. Secara umum, Amerika Serikat sama seperti Indonesia, merupakan masyarakat yang toleran. Kami juga bangga terhadap fakta kami negara yang multi agama dan multi etnis.
Tentu kami berharap lebih banyak rekan-rekan yang berangkat ke AS dan melihat hal tersebut.
Salah satu buka puasa terbaik yang pernah saya adakan yakni ketika dihadiri oleh peserta program Youth Exchange and Study (YES). Kira-kira sekitar 80 pemuda Indonesia yang berada di jenjang SMA dikirim ke AS selama satu bulan. Mereka menempuh pendidikan di sebuah SMA di seluruh AS.
Mereka kembali ke Tanah Air di waktu yang bersamaan ketika bulan Ramadhan. Kemudian, saya menggagas ide kenapa tidak menggelar buka puasa bersama mereka. Paginya, mereka baru terbang dari AS dan malamnya ketika tiba di Indonesia, mereka langsung dibawa untuk berbuka puasa.
Mereka begitu hebat dan antusias untuk menceritakan pengalamannya ketika berada di Alaska, New York, Texas dan dari berbagai daerah. Tiap pemuda itu nantinya bisa menjadi Duta Besar bagi AS ketika kembali ke Indonesia menjelaskan mengenai AS dan menekan apa yang dikatakan oleh orang-orang. Kembali lagi, mereka akan menjadi Dubes yang lebih efektif.
[Catatan Redaksi: Program YES telah dilaksanakan sejak tahun 2003 lalu dan telah mengirimkan 700 pelajar Indonesia ke AS dan mengirimkan 10 pelajar AS ke RI. Program tersebut diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri AS kepada pelajar SMA atau sederajat untuk menjembatani pemahaman dan saling pengertian antara masyarakat kedua negara].
Ada berapa pemuda Indonesia yang mengikuti program tersebut?
Kalau tidak salah, tahun ini jumlahnya mencapai 83 orang. Ini merupakan program yang kompetitif. Sekitar 8.000 orang mendaftar untuk program tersebut
Para peserta dipilih berdasarkan kemampuan akademik, kemampuan Bahasa Inggris dan kemampuan hidup untuk menyesuaikan diri di sana. Mereka juga menjadi perwakilan bagi Indonesia dan menjelaskan kepada publik di AS mengenai Indonesia. Itu juga menjadi cukup penting.
Banyak publik di AS yang tidak mengetahui mengenai kesuksesan di Indonesia dan kemajuan yang telah dicapai oleh negara ini sejak tahun 1998 lalu.
Jadi, pertukaran kaum muda Indonesia - Amerika sudah menjadi metode yang efektif untuk mendekatkan hubungan kedua negara ?
Benar. Para pemuda di usia itu berpikiran lebih terbuka dan bersedia mendengarkan pendapat rekan mereka. Dengan cara demikian, kami berharap lebih mendorong publik AS untuk memahami mengenai Indonesia. Jadi, mengapa tidak?
Apa saja isu-isu menantang yang harus ditangani bersama oleh Indonesia dan AS dan apakah ada langkah konkrit untuk mengatasi isu-isu tersebut?
Indonesia dan AS merupakan masyarakat yang toleran. Kami memang menghadapi berbagai peristiwa terkait ekstrimisme dan rasa benci seperti penembakan membabi buta di Gereja Charleston, di mana seorang pemuda membunuh banyak orang, tetapi hal penting yang perlu dipahami oleh orang-orang yaitu masyarakat AS menolak perilaku seperti itu.
Warga dari berbagai kalangan di AS termasuk Presiden Barack Obama menolak ideologi kebencian yang ditunjukkan oleh pelaku. Presiden Obama secara pribadi berkunjung ke gereja itu dan menyampaikan pernyataan duka di sana saat upacara pemakaman.
Beliau menyampaikan pernyataan yang indah mengenai pentingnya keikhlasan dan dia juga menyinggung mengenai kerabat yang tewas terbunuh bersedia memaafkan pelaku dan perbuatannya dari hati terdalam. Ini merupakan hal yang menyentuh.
Tetapi, sekali lagi, banyak warga sipil yang menginginkan agar pelaku segera ditahan. Dia telah ditahan dan menunjukkan bahwa kami tak menoleransi perilaku semacam itu. Tentu saja tidak ada warga yang bersikap toleran terhadap perbuatan semacam itu.
Sama saja seperti yang terjadi di sini. Selalu saja ada kelompok yang memiliki paham radikal, seperti Fron Pembela Islam (FPI) yang tidak menerima toleransi. Oleh sebab itu, penting bagi para pemimpin politik dan masyarakat untuk mewakili warga Indonesia dan menunjukkan Indonesia tidak seperti itu.
Untuk menjawab pertanyaan mengenai isu ekstrimisme, Pemerintah AS baru saja merilis mengenai laporan terorisme. Menteri Luar Negeri John Kerry mengatakan betapa jaringan terorisme itu meluas dan kian gencar menyebarkan pemahamannya di negara-negara lain.
Peristiwa itu justru kian menguatkan hubungan Indonesia dan AS untuk terus bekerja sama dan mempererat koalisi. Setiap negara akan berkontribusi untuk menentukan cara terbaik memberikan pertolongan.
Tetapi, untuk Indonesia, Anda telah membuat posisi yang jelas dalam menghadapi ideologi kebencian ini yang disebarkan oleh kelompok Daulah Islamiyah Irak dan al-Syam (ISIS).
Indonesia juga mengambil sikap yang tegas dalam hal lain, misalnya menghentikan aliran dana ke organisasi teroris, mendorong agar warga membatalkan niat mereka berangkat ke Irak dan Suriah dan menangkap individu yang kembali dari Irak dan Suriah.
Itu merupakan hal-hal penting yang dilakukan. Di luar dari itu, kami juga ingin berbagi contoh mengenai apa yang telah terjadi di Indonesia sejak tahun 1998.
Jujur, banyak negara saat ini menghadapi permasalahan lain yang terus bermunculan selain isu terorisme. Mereka menghadapi permasalahan soal tingginya pengangguran, kurangnya kebebasan berekspresi dan demokrasi, dan kesempatan bagi para pemuda untuk menyampaikan keluhan. Jika mereka tak memiliki kesempatan itu, maka mereka cenderung menjadi lebih ekstrim.
Ada permasalahan terkait pemerintahan juga di seluruh dunia seperti pemerintah yang korup dan sebagainya. Penting bagi negara di seluruh dunia untuk memberikan kesempatan bagi warga, kesempatan ekonomi, kebebasan untuk menyampaikan ekspresi dan kebebasan untuk menyampaikan pendapat politik.
Duta Besar Amerika Serikat, Robert Blake, ketika menyelenggarakan acara berbuka puasa bersama para ulama Indonesia di Jakarta beberapa waktu lalu. (Foto: VIVA.co.id / Santi Dewi)
Pemerintahan responsif yang sangat ingin untuk menghapus korupsi dan merespons aspirasi mereka. Saya pikir, itu lah yang dimiliki oleh Presiden Joko Widodo, setiap hari dia selalu mengatakan keinginannya untuk memberantas korupsi, meningkatkan pertumbuhan, memastikan pertumbuhan inklusif.
Bahkan di Indonesia sendiri, masih banyak terdapat tantangan, seperti pertumbuhan mengalami penurunan, khususnya di tingkat lokal, Anda masih melihat aksi korupsi dan masalah lain. Masalah yang belum terselesaikan itu dijadikan celah untuk membentuk kelompok ekstrimis.
Apakah Anda pikir Indonesia tetap berada di jalur yang benar, kendati masih menghadapi berbagai isu tersebut?
Tentu saja. Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, baru saja menggelar sebuah konferensi beberapa pekan lalu, di mana saya ikut berbicara dan akan mensponsori, berbagi pengalaman apa yang telah dilakukan oleh Indonesia dalam beberapa tahun untuk memperbaiki pemerintahan, perekonomian dan membuka sistem politik. Acara itu dihadiri oleh 26 negara.
[Catatan Redaksi: acara itu bertajuk International Workshop on Democracy and Innovation in Good Governance yang digelar pada tanggal 8 Juni lalu di Gedung Pancasila, Kemlu RI].
Berbicara mengenai detail mengenai tantangan yang dihadapi, terkesan mudah, tetapi tak mudah sama sekali. Banyak negara yang kini tengah bergulat untuk menghadapi isu itu.
Anda beberapa kali tampil di sinetron dan memainkan peran sebagai diri Anda sendiri. Apakah itu merupakan salah satu strategi diplomasi yang coba diterapkan untuk menjangkau lebih banyak warga Muslim di Indonesia?
Itu merupakan program favorit saya. Tentu saja, Dubes di seluruh dunia diberikan kewenangan untuk menggunakan berbagai kesempatan yang mereka miliki untuk melakukan program yang dinamakan diplomasi publik, salah satunya melalui cara-cara konvensional seperti pidato dan hal semacam itu.
Hal penting lainnya yang dilakukan melalui media sosial, khususnya di sini penggunaan media sosial begitu massif. Jadi, kami memiliki akun Twitter, Facebook dan Instagram yang aktif.
Tetapi, kami juga menggunakan mekanisme lainnya. Jadi, kami juga melalukan kegiatan melalui siaran radio, saya tampil di sinetron. Salah satu alasan mengapa saya menyukai sinetron, karena itu merupakan kesempatan untuk mempermalukan diri sendiri dan terlihat lucu. Melalui sinetron, kami juga ingin menyampaikan pentingnya makna Ramadhan dan toleransi.
Dengan cara seperti ini, kami turut menjangkau publik yang belum dicapai melalui metode media sosial. Ini merupakan langkah yang hebat untuk merangkul publik baru dengan cara yang menyenangkan.
Jadi bisa dikatakan diplomasi sinetron Anda ini merupakan cara yang unik dan menarik serta mudah diingat oleh publik di Indonesia?
Betul sekali. Sangat lucu, saya berkunjung ke satu tempat di luar Jakarta, tetapi publik yang menyapa tak mengenali saya sebagai Dubes AS, melainkan kenal karena mereka pernah melihat wajah saya di sinetron.
Presiden Joko Widodo berencana untuk berkunjung ke Amerika Serikat, apakah sudah dipastikan kapan?
Itu memang benar. Tetapi, pertama kami akan menyambut kedatangan Menlu Retno Marsudi lebih dulu ke AS. Belum ada tanggal yang pasti, tetapi kemungkinan di bulan September.
Setelah itu, baru Presiden Jokowi berkunjung ke AS pada bulan Oktober untuk bertemu Presiden Obama. Kami memang belum mengumumkan tanggal resminya.
Apakah ada agenda khusus yang akan dibahas dalam pertemuan itu?
Pertama, memperluas peluang ekonomi, perdagangan dan investasi untuk kedua negara. Kedua, Presiden Obama ingin mendukung agenda visi maritim yang digaungkan oleh Presiden Jokowi. Banyak pekerjaan yang harus dikerjakan di sana, bersama Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dan Menteri Koordinator Kemaritiman, Indroyono Susilo, ketiga, kami ingin memperluas kerja sama militer kedua negara.
Kami ingin membawa hubungan kedua negara lebih maju lagi. Jadi, itu beberapa hal yang kemungkinan akan dibahas. Tetapi, Anda mengetahui karakter hubungan Indonesia dan AS, menyangkut begitu banyak bidang kerja sama. Tentu, banyak hal yang akan disampaikan menjelang kunjungan tersebut.
Terkait dengan kerja sama di bidang militer, seperti yang Anda ketahui beberapa waktu lalu, terjadi kecelakaan pesawat Hercules yang jatuh di Medan. Apakah keinginan Indonesia untuk memodernisasi sistem alutsista (alat utama sistem persenjataan) juga menjadi prioritas AS dalam memperkuat kerjasama bilateral?
Pertama, izinkan saya menyampaikan rasa duka terhadap keluarga korban yang ditinggalkan akibat kecelakaan tragis tersebut. Seperti yang Anda ketahui, penyebab dari jatuhnya pesawat masih diselidiki. Pemerintah AS tentu tidak bisa memberikan komentar terkait proses itu.
Tentu, Pemerintah AS mendukung upaya Indonesia yang ingin memodernisasi alutsista atau peralatan militer. Kami sudah bangga, karena AS memberikan pelatihan terbesar bagi TNI. Kami juga memiliki program latihan militer bilateral terbesar.
Beberapa kesempatan besar lainnya terbuka, salah satunya di bidang keamanan maritim. Indonesia ingin meningkatkan kemampuannya. Beberapa produk militer AS terjual baik di sini, beberapa di antaranya seperti Helikopter Apache.
Hal itu menunjukkan bahwa Indonesia masuk ke dalam jajaran negara terbaik yang bisa dijadikan target pasar untuk produk militer apa pun. Jadi, Pemerintah AS berharap ingin bisa meningkatkan dan membantu apa pun yang dibutuhkan.
Sebelumnya, sudah ada pembicaraan di tingkat petinggi militer kedua negara, mengenai peralatan apa yang sesuai dan dibutuhkan oleh militer di sini. Mungkin ada sesuatu yang akan diumumkan saat kunjungan bilateral tersebut.
Duta Besar AS, Robert Blake, saat berkunjung ke Papua beberapa waktu lalu (Foto: US Embassy Jakarta)
Apakah Pemerintah AS juga berkeinginan untuk menjual pesawat-pesawat kargo seperti Hercules varian terbaru ke Indonesia?
Tentu saja. Contohnya seperti pesawat kargo itu, karena Indonesia memiliki kawasan kepulauan yang luas membentang dari Aceh hingga ke Papua, Indonesia tentu membutuhkan alat transportasi semacam itu.
Selain itu, satu hal yang mungkin belum disadari sendiri oleh warganya, Indonesia kini telah banyak terlibat dalam program penanganan bencana di luar negeri.
Sebagai contoh, Indonesia turut membantu korban bencana angin topan tahun lalu di Filipina. Indonesia kemudian menunjukkan respons lebih besar dan masyarakat internasional menyambut baik hal itu. Itu menjadi area kerja sama bagi kami. Selain itu, kami juga bersedia untuk menyediakan peralatan lain yang lebih membantu.
Bagaimana cara Pemerintah AS membujuk Myanmar untuk berhenti mengucilkan warga Rohingya? Apakah AS akan menawarkan tempat bagi penempatan warga Rohingya?
Menlu Retno Marsudi dan pejabat tinggi lainnya telah mengatakan salah satu solusi adalah dengan mencari akar permasalahannya. Salah satunya dengan memperbaiki hak-hak bagi warga Myanmar.
Beberapa pejabat tinggi AS terkait isu ini seperti Wakil Menlu, Anthony J. Blinken berkunjung ke Indonesia, lalu mengunjungi Myanmar. Sementara, Asisten Menlu, Anne C. Richard, usai berkunjung dari Thailand, dia ke Indonesia.
Kami terus melakukan dialog dengan Pemerintah Myanmar mengenai isu ini. Kami juga berbicara dengan pemerintah dari negara ASEAN lainnya mengenai apa saja yang bisa kami lakukan.
Penting bagi warga Rohingya agar merasa nyaman di dalam negara mereka dan tak perlu merasa putus asa lalu kabur dari Myanmar. Kami terus bekerja keras untuk itu.
Kedua, Pemerintah AS menyambut baik langkah yang dilakukan Indonesia dan Malaysia untuk menampung sementara selama satu tahun hingga 7.000 pengungsi serta bertindak seperti itu. Setelah itu, saya rasa tidak ada lagi arus pengungsi. Tidak ada lagi perahu yang ditemukan usai kejadian itu.
Sekali lagi, Pemerintah Indonesia telah melakukan banyak hal untuk membantu para pengungsi dengan menyediakan tempat bernaung, makanan dan air. Pemerintah AS terus bekerja secara erat dengan UNHCR dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). Kami telah mengatakan kepada mereka, kami siap menampung sejumlah pengungsi yang telah direkomendasikan oleh UNHCR.
Kini, mereka tengah melakukan wawancara dengan semua pengungsi, kemudian menentukan apa yang akan dilakukan dengan mereka. Misalnya, ada pengungsi yang telah lama dan terbukti dikucilkan hingga tak ingin kembali ke Myanmar. Tetapi, ada juga sebagian yang ingin ke Malaysia agar bisa berkumpul bersama keluarga.
Setiap kasus akan membutuhkan perlakuan berbeda. Terkait dengan penempatan di negara ketiga, seperti yang telah Anda ketahui, AS merupakan negara yang paling dermawan dalam hal menyambut baik pengungsi.
Sekitar 70 persen dari pengungsi di seluruh dunia telah ditempatkan di AS. Hal yang sama bisa saja berlaku untuk warga Rohingya, tetapi sekali lagi ada proses yang saat ini tengah berlangsung, sehingga saya tak dapat memprediksi berapa persen pengungsi yang akan ditempatkan.
Saya yakin sejumlah pengungsi akan ditempatkan di AS nantinya. Selain itu, penting bagi negara lain mengikuti langkah yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk menerima atau menyambut warga yang tengah dikucilkan lalu kabur dari negara asal. AS tentu akan selalu membantu dan mengurangi beban yang kini dirasakan beberapa negara seperti Indonesia.
AS juga berkontribusi melalui organisasi IOM untuk mencari tahu akar permasalahannya.
Proyek-proyek bilateral apa di bidang ekonomi dan perdagangan yang akan direalisasikan AS dan Indonesia dalam waktu dekat?
Seperti yang telah saya sampaikan di bagian awal, itu akan menjadi salah satu fokus pembicaraan Presiden Jokowi dengan Presiden Obama ketika mereka bertemu nanti. Presiden Jokowi saat ini tengah dalam proses untuk meningkatkan infrstruktur dan iklim bisnis.
Pemerintah AS bersedia untuk mendukung Jokowi dengan cara yang kami mampu. Kami pikir keputusan yang dia ambil sudah tepat. Usai diadakan pertemuan, tentunya akan ada daftar investasi baru yang akan diumumkan.
Sebab, terlepas dari permasalahan jangka pendek, perusahaan AS sudah berada lama bahkan mencapai puluhan tahun di Indonesia. Mereka melihat peluang yang cukup menjanjikan di masa depan di sini.
Indonesia memiliki populasi penduduk muda dalam jumlah besar, pertumbuhan yang kuat berdasarkan tingkat konsumsi, komoditas ekspor.
Jika Presiden Jokowi bisa mencapai targetnya untuk ekspor produk dan manufaktur, itu akan membantu peningkatan ekonomi, mengurangi tingkat kemiskinan dan memberi peluang baru bagi perusahaan dari AS dan negara lain.
Kami akan berupaya keras untuk membantu. Sekali lagi, Anda akan melihat pengumuman penting saat kunjungan bilateral nanti. (ren)