DPR Ingin TNI Ganti Hercules dengan Produk Dalam Negeri

Pesawat Hercules milik TNI
Sumber :
  • VIVA.co.id/D.A. Pitaloka
VIVA.co.id
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung rencana Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) mengganti pesawat angkut Hercules, yang sudah uzur, dengan pesawat angkut jenis baru.


Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanudin, menjelaskan bahwa Dewan menyerahkan sepenuhnya pilihan pesawat untuk menggantikan Hercules yang sudah tua. Tetapi DPR berharap TNI dapat mempertimbangkan produk dalam negeri, yakni buatan PT Dirgantara Indonesia.


"Silakan mana yang terbaik dan memenuhi persyaratan untuk TNI. Merek apa saja, DPR tak akan ikut campur urusan pengadaan, kalau bisa produk dalam negeri," kata Hasanudin kepada wartawan di kompleks Parlemen di Jakarta, Rabu, 8 Juli 2015.


PT Dirgantara Indonesia, kata legislator PDIP itu, mempunyai kemampuan untuk membangun pesawat angkut militer. Perusahaan milik negara yang dahulu bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) itu mampu memproduksi pesawat setara atau sekelas Hercules yang diberi nama A 400 M. Produk itu sudah mendapatkan pengakuan dunia.


"Tinggal speknya (spesifikasi) disesuaikan. Kalau speknya, TNI AU yang lebih tahu," katanya.

Komisi VII Dukung Upaya Pemerintah Perkuat Pertamina

Penggunaan produk PT Dirgantara Indonesia, menurut Hasanudin, akan sangat berdampak terhadap industri dalam negeri. "PT Dirgantara Indonesia maju dan diakui negara lain, lalu berpengaruh terhadap ekonomi dan (menyerap) tenaga kerja."
Pimpinan DPR Nilai Sudah Cukup Bukti Jadikan Ahok Tersangka


Cita Citata Cabut Laporan terhadap Anggota DPR
Sebelumnya Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal TNI Jundan Eko Bintoro, mengatakan telah menyepakati pembelian pesawat angkut jenis A-400 atau C17 untuk menggantikan Hercules.


Ia beralasan, kedua pesawat itu lebih besar dan sesuai Rencana Strategis TNI. "Keduanya sekelas, sekarang sudah disepakati kalau pengadaan mengutamakan yang baru, yang sudah terlanjur, apa boleh buat, ya, sudah dilakukan," kata Jundan, dikonfirmasi pada Selasa, 7 Juli 2015.


Meski demikian, pengadaan pesawat itu baru bisa dilakukan pada 2016 hingga 2018. Jumlahnya pun belum dapat dipastikan sekarang. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya