Menengok Al Quran Kuno di Situ Cangkuang
Kamis, 25 Juni 2015 - 03:01 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/ Diki Hidayat
VIVA.co.id
- Kisah masuknya Islam ke Kabupaten Garut, Jawa Barat, salah satunya dibuktikan dengan peninggalan sejarah yang hingga saat ini masih terjaga. Satu di antaranya adalah kitab suci Al Quran berusia sekitar 400 tahun yang kini tersimpan di musium kuno, tak jauh dari lokasi Candi Cangkuang dan makam tua Mbah Dalem Arif Muhammad.
Juru pemeliharaan Museum Cangkuang, Zaki Munawar, mengatakan, Al Quran itu memiliki ukuran panjang 33 cm dan lebar 24 cm. Peninggalan sejarah lainnya adalah kitab ilmu fiqih berukuran panjang 26 cm dan lebar 18,5 cm, serta naskah khutbah Jumat yang memiliki panjang hingga 1,76 meter dan lebar 23 cm. Meski telah usang, tetapi masih bisa dibaca dengan jelas.
Baca Juga :
Ada Al-quran dari Abad 17 di Pulau Dewata
Juru pemeliharaan Museum Cangkuang, Zaki Munawar, mengatakan, Al Quran itu memiliki ukuran panjang 33 cm dan lebar 24 cm. Peninggalan sejarah lainnya adalah kitab ilmu fiqih berukuran panjang 26 cm dan lebar 18,5 cm, serta naskah khutbah Jumat yang memiliki panjang hingga 1,76 meter dan lebar 23 cm. Meski telah usang, tetapi masih bisa dibaca dengan jelas.
Semua bukti sejarah itu terbuat dari kulit kayu, kecuali naskah khutbah yang dibuat dari kulit kambing. Seluruh isi kitab ditulis dengan menggunakan tinta yang terbuat dari beras ketan yang dicampur arang lampu tempel tradisional dan dari getah buah manggis.
"Jadi benda-benda ini diperkirakan dibuat pada abad ke-17 atau sekitar berusia 400 tahunan, kondisinya masih bagus, walaupun terlihat usang, tulisan masih terbaca, " ujar Zaki, Rabu, 24 Juni 2015.
Kitab-kitab suci kuno di Museum Cangkuang merupakan peninggalan dari Arif Muhammad. Dia merupakan pimpinan pasukan Keraton Mataram yang menyerbu tentara VOC di Batavia. Karena mengalami kekalahan, pasukan pejuang lari ke daerah Garut yang kemudian membangun bendungan atau Situ Cangkuang.
"Arif Muhammad juga membangun sebuah pulau kecil di tengah Situ Cangkuang, sehingga untuk bisa sampai di kampung tersebut, sekarang harus naik rakit, berjarak sekitar 500 meter," lanjut Zaki.
Meski kadang luput menjadi perhatian pengunjung yang datang ke kawasan obyek wisata Situ Cangkuang, namun setiap harinya kawasan ini bisa dikunjungi antara 30-50 orang. Jumlah pengunjung bisa tembus hingga ratusan orang di hari-hari tertentu.
"Apalagi kalau bulan suci Ramadhan, selain pengunjung, juga banyak didatangi wartawan," katanya sambil tersenyum.
Untuk bisa sampai ke lokasi wisata di Kampung Pulo, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, mudah saja. Dari arah Cagak Nagreg menuju Leles berjarak 6 Km, menyusuri jalanan sekitar 2 Km menuju komplek Situ Cangkuang.
Selanjutnya, untuk menuju ke Kampung Pulo dan Candi Cangkuang, pengunjung harus menyewa rakit dengan tarif sewa sebesar Rp80-100 ribu untuk pulang pergi.
Jangan lupa sediakan uang untuk masuk kawasan obyek wisata Situ Cangkuang. Sebab, pengunjung dipatok tarif Rp5 ribu untuk dewasa dan Rp3 ribu untuk anak-anak. (one)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Semua bukti sejarah itu terbuat dari kulit kayu, kecuali naskah khutbah yang dibuat dari kulit kambing. Seluruh isi kitab ditulis dengan menggunakan tinta yang terbuat dari beras ketan yang dicampur arang lampu tempel tradisional dan dari getah buah manggis.