Pidato Jokowi Dinilai Sinyal Tendang AS dan Rangkul Tiongkok
- Antara/Wahyu Putro
VIVA.co.id - Pidato Presiden Joko Widodo pada peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA), dinilai sebagai sinyal pemerintah untuk tidak bergantung pada Amerika Serikat.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Tantowi Yahya, menilai pidato keras Presiden terhadap negara Barat itu juga sinyal merangkul Tiongkok. "Banyak yang menarik dari KAA ini, satu di antaranya keberanian lndonesia untuk bersuara keras menyatakan sikap. Selama ini Polugri (politik luar negeri) kita cari aman dengan pondasi bebas aktif. Di zaman SBY, polugri kita dibuat mandul lagi lewat slogan 'Sejuta Kawan Tidak Ada Musuh,'" ujarnya, Kamis, 23 April 2015.
Menurut dia, sikap Presiden Jokowi itu membuat dunia kaget. Dia juga mengaku kaget, dengan pidato keras tersebut. "Kita berani melawan tirani Barat yang selama ini menjajah negara-negara ketiga dengan bantuan dana yang mengikat (binding fund) dan isu HAM," ujar Ketua DPP Partai Golkar ini.
Dengan pidato Presiden itu, menurut Tantowi setidaknya untuk saat ini perlu dibanggakan. Namun, bukan berarti tidak perlu dipertanyakan. Misalnya, apakah pernyataan berani Presiden Jokowi itu terkait saatnya Indonesia meninggalkan instrumen keuangan buatan Barat atau tidak. "Itu sama nuansa dan maksudnya dengan "go to hell with your aid" yang diteriakkan oleh Bung Karno (pada masa Demokrasi Terpimpin)," ujarnya menambahkan.
Namun, perlu juga dilihat bahwa persaingan global saat ini adalah antara blok Amerika Serikat dan Blok Tiongkok. "Apakah ini upaya untuk meraih dukungan Tiongkok yang kembali akan dijadikan sahabat utama? Time will tell," katanya.
Jepang sebagai aliansi Amerika dan saudara tua Indonesia, menurut Tantowi, saat ini sangat mengkhawatirkan polugri pemerintah yang condong ke Tiongkok. "Ada kekhawatiran poros Jakarta-Beijing-Pyongyang akan hidup lagi. Kekhawatiran yang menurut saya cukup beralasan terutama ketika dalam waktu kurang dari enam bulan, Presiden Jokowi berkunjung ke Beijing," ungkapnya.
Tantowi yakin, Amerika semakin khawatir saat pemerintah ingin bergabung di Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB). "Kalau saya secara pribadi melihat dan menilai langkah pemerintah kita terkait polugri sangat berani. Selayaknya kita dukung karena untuk pertama kalinya kita berani mengambil resiko."
(mus)