Mengungkap 6 Fakta Kedahsyatan Letusan Tambora

Ilustrasi Letusan Gunung Berapi
Sumber :
  • iStock

VIVA.co.id - 5 April 1815, merupakan tanggal yang lekat dalam sejarah. Bagaimana tidak, di tanggal tersebut, terjadi sebuah 'kiamat' kecil yang disebabkan letusan Gunung Tambora di Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Tak tanggung-tanggung, Tambora memuntahkan abu dan batuan piroklastik sebanyak seratus kilometer kubik. Letusannya konon terdengar hingga ke Pulau Sumatera, yang berjarak 2.000 km jauhnya. Sementara itu, abu vulkaniknya tersebar hingga Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan Maluku.

Korban jiwa akibat letusan Tambora tidak sedikit. Setidaknya, 92 ribu jiwa tewas akibat erupsi gunung yang pernah jadi salah satu puncak tertinggi di Nusantara ini. 

Kini, 200 tahun berlalu dari letusan hebat tersebut. Namun, kekuatan Tambora masih tetap jadi buah bibir. Memperingati 200 tahun erupsi Tambora yang jatuh pada April 2015, VIVA.co.id merangkum beberapa fakta kedahsyatan erupsi Tambora, apa saja?

Letusan terdahsyat

Soal letusan gunung berapi, sejarah mencatat banyak erupsi yang mengguncang dunia. Tambora adalah salah satunya. Smithsonian Museum of Natural History bahkan menempatkan Tambora sebagai gunung berapi dengan Indeks Letusan Gunung Berapi (Volcano Eruption Index) tertinggi, yakni 7. Selanjutnya, indeks 6 disandang Huaynaputina (Peru, 1600), Krakatau (Indonesia, 1883), Pinatubo (Filipina, 1991), sedangkan indeks 5 dimiliki oleh Vesuvius (Italia, 79).

Mengubah iklim dunia

Tidak hanya letusannya yang hebat, Tambora juga menyebabkan perubahan iklim dunia. Satu tahun setelah meletus, atau pada 1816, awan gelap dan debu Tambora melingkupi Amerika Utara dan Eropa. Awan dan debu tersebut menghalangi Matahari, sehingga tahun tersebut disebut tahun tanpa musim panas. Akibat perubahan iklim drastis itu, banyak panen gagal dan kematian ternak di belahan Bumi utara yang mengakibatkan kelaparan terburuk sepanjang abad ke-19.

Mengubur peradaban

Penggalian arkeologi pada 2004 mengungkapkan terdapat sisa kebudayaan yang terkubur oleh letusan Tambora tahun 1815 di kedalaman tiga meter pada endapan piroklastik. Artifak-artifak tersebut ditemukan pada posisi yang sama ketika terjadi letusan. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan kematian seketika karena warga tidak sempat menyelamatkan diri. Hal itu juga yang membuat Tambora disebut Pompeii dari Timur.

Pilkada Berjalan Kondusif, PWNU Ajak Semua Bersatu Bangun Jawa Tengah

Mengikis gunung

Sebelum terjadinya letusan, Tambora merupakan salah satu puncak tertinggi di Nusantara. Tambora merupakan gunung berapi berbentuk kerucut atau stratovolcano, tingginya sekitar 4.300 meter. Namun, setelah erupsi, tingginya hanya tersisa sekitar 2.851 meter atau dengan kata lain, erupsi tersebut memangkas sepertiga tinggi Tambora.

Apple Gagal Bujuk Pemerintah Indonesia untuk Jualan iPhone 16, Ini 4 Alasannya!

Puluhan kawah

Letusan Tambora melahirkan banyak kawah. Kini terdapat sekitar 20 kawah di gunung Tambora, beberapa di antaranya cukup terkenal dan menjadi destinasi wisatawan domestik maupun mancangera seperti Kawah Tahe (877 meter), Kawah Molo (602 meter), serta Kawah Kubah (1648 meter). Seperti layaknya kawah gunung berapi, kawah-kawah di Tambora juga memproduksi aliran lava basal.

Ramalan Zodiak Kamis, 28 November 2024, Gemini: Gosip di Kantor Hanya Akan Membuat Anda Dalam Masalah

Meletus tiga kali

Sebelum letusan dahsyat pada 1815, Tambora pernah meletus tiga kali. Penanggalan radiokarbon memprediksi, Tambora meletus pada 3910 SM, 3050 SM, dan 740 SM. Semua letusan terjadi di lubang utama, namun letusan keempat pada 1815 membuat kaldera runtuh. Hingga kini, Tambora masih berstatus aktif, kubah lava kecil dan aliran lava masih terjadi pada lantai kaldera. Pada 1967, Tambora kembali meletus, namun skalanya kecil, karena letusan terjadi tanpa disertai ledakan. (art)

![vivamore=" Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya