Scrap dan Slag Akan Dicoret dari Daftar Limbah Berbahaya
Jumat, 27 Februari 2015 - 16:44 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id -
Menteri Perindustrian, Saleh Husin, ingin mengeluarkan besi bekas (scrap) dan limbah bijih besi untuk bahan baku baja (slag) dari daftar Bahan Beracun Berbahaya (B3).
Alasannya, kedua bahan ini masih bisa digunakan untuk keperluan produksi lainnya.
"Scrap dan slag masih bisa digunakan untuk aktivitas produktif lainnya, seperti pengerasan jalan," kata Saleh, dikutip dalam keterangannya, Jumat 27 Februari 2015.
Dia pun akan berkoordinasi dengan kementerian terkait agar limbah industri baja seperti slag dan scrap dicoret dari daftar limbah berbahaya. "Saya akan mengajukan dalam rapat koordinasi nanti," kata Saleh.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, mengatakan bahwa scrap tak masuk daftar limbah B3.
Kementeriannya pun telah menyurati Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memanfaatkan besi bekas dalam pembangunan infrastruktur.
"Scrap tidak termasuk ke dalam limbah B3. Kami sudah menulis surat kepada Menteri PU (Menteri PU-Pera, Basuki Hadimuljono) untuk pemanfaatan scrap tiga minggu yang lalu," kata Siti kepada VIVA.co.id, lewat pesan tertulisnya.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tengah mengkaji delisting slag dari daftar limbah B3.
Mereka juga mempelajari secara teknis penghapusan slag dari daftar limbah berbahaya. Delisting itu beralasan, karena ada kebutuhan dunia usaha dan baja nasional.
"Memang ada kebutuhan industri dan ada tuntutan dunia usaha serta kebutuhan baja secara nasional," kata dia.
Menurut data Kementerian Perindustrian, kebutuhan baja domestik meningkat dari 7,4 juta ton pada 2009 menjadi 12,7 juta ton pada 2014. Kementerian ini mencatat, diperlukan baja 17,46 juta ton per tahun untuk pembangunan infrastruktur sampai dengan 2019. (art)
Baca Juga :
'Laut Tak Lagi Berkah, Kami Menjaring Batu Bara'
Dia pun akan berkoordinasi dengan kementerian terkait agar limbah industri baja seperti slag dan scrap dicoret dari daftar limbah berbahaya. "Saya akan mengajukan dalam rapat koordinasi nanti," kata Saleh.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, mengatakan bahwa scrap tak masuk daftar limbah B3.
Kementeriannya pun telah menyurati Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk memanfaatkan besi bekas dalam pembangunan infrastruktur.
"Scrap tidak termasuk ke dalam limbah B3. Kami sudah menulis surat kepada Menteri PU (Menteri PU-Pera, Basuki Hadimuljono) untuk pemanfaatan scrap tiga minggu yang lalu," kata Siti kepada VIVA.co.id, lewat pesan tertulisnya.
Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tengah mengkaji delisting slag dari daftar limbah B3.
Mereka juga mempelajari secara teknis penghapusan slag dari daftar limbah berbahaya. Delisting itu beralasan, karena ada kebutuhan dunia usaha dan baja nasional.
"Memang ada kebutuhan industri dan ada tuntutan dunia usaha serta kebutuhan baja secara nasional," kata dia.
Menurut data Kementerian Perindustrian, kebutuhan baja domestik meningkat dari 7,4 juta ton pada 2009 menjadi 12,7 juta ton pada 2014. Kementerian ini mencatat, diperlukan baja 17,46 juta ton per tahun untuk pembangunan infrastruktur sampai dengan 2019. (art)
Baca juga:
Baca Juga :
Kantong Plastik Berbayar di Sulut Direncanakan Rp5.000
Tujuannya, agar warga berpikir dua kali.
VIVA.co.id
4 Maret 2016
Baca Juga :