Ilmuwan Gunakan Satelit untuk Lacak Penyakit

Satelit SMAP (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • www.space.com

VIVA.co.id - Para ilmuwan di bidang kesehatan akan memanfaatkan teknologi satelit dalam melacak penyakit. Informasi penyebaran penyakit tersebut dapat dideteksi oleh satelit sehingga memungkinkan lembaga kesehatan menerjunkan sumber daya mereka ke tempat yang dituju.

Nantinya, informasi pelacak penyakit ini akan diketahui melalui aplikasi kesehatan terbaru. Maka para ilmuwan kesehatan hanya tinggal menunggu kiriman data yang dikirim oleh satelit mengenai daerah yang rawan penyakit berisiko, sebelum ke tempat yang dimaksud.

Dilansir dari BBC, Rabu 18 Februari 2015, rencana ini merupakan hasil pertemuan dari Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan di San Jose.

Dijelaskan, informasi risiko penyakit berbasis satelit ini memungkinkan untuk mengungkap penyakit siput yang menyebar melalui populasi manusia di Afrika. Penyakit siput ini tidak hanya membunuh tapi juga melemahkan korban.

Seperti di Kenya, para ilmuwan ini akan membuat peta untuk mendeteksi kecenderungan keberadaan penyakit siput. Artinya, para ilmuwan dapat mengetahui ke mana mereka akan bergerak.

"Salah satu tantangan besar bagi semua lembaga kesehatan masyarakat, baik di Amerika Serikat atau di Kenya adalah sumber daya yang terbatas," ujar Uriel dari Emory University di Atlanta, Georgia, melakukan pekerjaan schistosomiasis di Kenya.

Tak hanya soal siput, ilmuwan tersebut juga ingin memanfaatkan informasi satelit untuk mendeteksi penyebaran penyakit serangga, seperti nyamuk.

"Jika kita dapat membantu mereka menargetkan sumber daya dalam ruang dan waktu itu merupakan layanan besar yang bisa kita lakukan," ucapnya.

Seperti yang dilakukan oleh Ken Linthicum dari Departemen Pertanian Amerika Serikat yang telah menggunakan data informasi untuk memprediksikan penyakit malaria, deman berdarah, chikungunya, dan virus Rift Valley.

Linthicum mengatakan, kunci dalam menggunakan informasi satelit untuk mendeteksi penyakit itu adalah memahami ekologi dan transmisi dinamika penyakit tersebut sebelumnya.

"Dalam kasus chikungunya atau demam berdarah di Afrika, misalnya, kondisi kekeringan mengembangkan habitat nyamuk di dekat orang-orang, suhu tinggi pun meningkatkan transmisi nyamuk," jelasnya.

BACA JUGA:

Jangkau Nasabah Pedesaan, BRI Akan Luncurkan Satelit

Alien Ciptakan Swastika di Kazakhstan?
Ilustrasi kumpulan sensor kebakaran hutan pada satelit

Teknologi Baru NASA Ini Cepat Deteksi Kebakaran Hutan

Dalam tiga menit sudah bisa deteksi kebakaran hutan dari antariksa.

img_title
VIVA.co.id
20 November 2015