Pengusaha Tolak Perdagangan Pakaian Bekas Impor
- Aceng Mukaram/Pontianak
VIVA.co.id - Pengusaha menyatakan dengan tegas penolakannya mengenai perdagangan pakaian bekas impor. Menurut mereka, pakaian bekas yang masuk ke Indonesia merupakan pakaian yang tidak layak pakai, bahkan merupakan sumbangan.
"Kami menolak perdagangan pakaian bekas dan mendukung peraturan menteri perdagangan yang melarang perdagangan pakaian bekas impor," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta, dalam konferensi pers di kantor Apindo, Menara Permata Kuningan, Jakarta, Senin 16 Februari 2015.
Tutum mengatakan bahwa di negara asalnya, seperti Korea Selatan dan Singapura, pakaian tersebut tidak terpakai oleh masyarakat dan tujuannya untuk disumbangkan. Kenyataannya, pakaian itu tidak disumbangkan, tapi, dijual.
Apa boleh buat, imbasnya, industri ritel yang menjual pakaian baru pun terpaksa bersaing dengan perdagangan pakaian bekas impor tersebut.
"Barang sumbangan itu dibeli dalam bentuk bal-balan menjadi barang dagangan. Rusaklah industri retail kita karena bersaing dengan pakaian bekas," kata dia.
Sementara itu, Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia (APGAI) juga melontarkan hal yang sama. Mereka meminta pemerintah untuk menindak perdagangan pakaian bekas impor ini.
APGAI mengungkapkan, di samping tidak membayar pajak, perdagangan ini bisa memukul industri kecil, terutama usaha kecil dan menengah. "Ini menimbulkan persaingan yang tidak sehat, tidak hanya di APGAI yang ada di store dan ritel menengah ke atas, tapi juga menghancurkan industri rumahan," kata Ketua Umum APGAI, Poppy Dharsono, di tempat yang sama.
Poppy meminta agar ada kerja sama pemerintahan dan aparat keamanan untuk memperketat peredaran barang tersebut, terlebih dari pengawasan di pintu masuk. "Tanpa ada kerja sama Bea Cukai dan aparat keamanan, toh akan sia-sia," tambahnya.
Baca juga: