Bergaya dengan Kebaya

Komunitas Kebaya
Sumber :
  • Dok. Rahmi Hidayati

VIVAlife – Empat perempuan asyik menyesap secangkir teh dengan sepiring pisang goreng hangat sebagai teman kudapan. Tak henti-hentinya mereka bertukar cerita dan sesekali tertawa, tak peduli walau jadi pusat perhatian orang-orang sekitar.

Putri Anne Avantie Pamerkan 12 Kebaya Lenggang Asmara

Pemandangan ini bukan di warung, tapi di kafe sebuah mal Ibu Kota. Menariknya, sekelompok wanita itu adalah pekerja kantoran, tetapi sama-sama mengenakan kebaya lengkap dengan kain tradisional.

Empat sahabat itu mengaku selama bertahun-tahun kompak mengenakan kebaya di tengah aktivitas sehari-hari. Mereka bahkan tak risih tetap berkebaya ketika naik angkutan umum saat pergi bekerja.

Tak Mau Terlihat Tua Saat Berkebaya? Ini Caranya

Dengan berkebaya setiap hari, mereka tampak melontarkan fashion statement: menjadi cantik dan anggun sambil cinta budaya Indonesia dengan berpakaian tradisional di era modern. Ini yang tengah menjadi tren bagi sebagian kaum hawa di Ibu Kota.

Minat yang sama

Folk N Vogue Tampilkan Busana 100% Indonesia

Seorang dari mereka, Tuti Marlina, mengaku kebiasaan mengenakan kebaya telah dimulai sejak setahun belakangan. Semuanya berawal dari kecintaan mereka pada pakaian tradisional itu.

"Awalnya kami ini dari komunitas wartawan angkatan lama, saat Presidennya masih Soeharto. Kita sudah kenal saat masih jadi wartawan lalu ternyata ada beberapa yang memiliki minat yang sama, sama-sama senang berkebaya," ujar Tuti kepada VIVAlife saat ditemui beberapa waktu lalu di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, bersama ketiga sahabatnya.

Suatu kali mereka berkumpul untuk merayakan ulang tahun salah seorang teman dan memilih kebaya sebagai dress code. Ternyata semua orang yang datang punya kebaya dan koleksi kain tradisional yang bagus.

Sejak itu mereka mulai menyadari bahwa ternyata mereka sama-sama senang mengoleksi kebaya dan kain daerah. Hingga kini, ada lima orang yang aktif mengenakan kebaya sehari-hari.

Namun, teman-teman lain yang juga mencintai kebaya jumlahnya sangat banyak. Itu terlihat ketika mereka mengadakan kumpul bersama dan mengenakan kebaya sebagai dress code. Ia juga mengatakan bahwa komunitas mereka belum memiliki nama khusus.

"Paling kami menyebutnya tim kebaya saja," ucapnya sambil tersenyum diikuti dengan anggukkan teman-temannya.

Kristin Samah adalah orang pertama yang “meracuni” beberapa temannya untuk mulai sering berkebaya. Hal itu karena ia menyadari bahwa hampir semua wanita Indonesia pasti memiliki koleksi kain tradisional.

"Apalagi kami dulu wartawan yang setiap keluar kota oleh-olehya kain. Selama ini cuma disimpan di lemari lama-lama numpuk. Akhirnya berpikir kenapa kita mengagumi kekayaan budaya hanya dengan memiliki tapi nggak pernah dipakai?" ujar Kristin.

Pakaian adat Indonesia begitu beragam, lalu apa yang membuat Kristin dkk memilih kebaya sebagai jenis pakaian tradisional yang ingin dilestarikan?

Menurut Kristin, setelah mereka amati ternyata kebaya tidak hanya identik dengan Jawa. Bahkan kebaya sebenarnya ada di semua daerah mulai dari kebaya kutu baru di Jawa, kebaya encim di Betawi yang menggunakan kamisol hingga kebaya di daerah-daerah lain seperti di Sumatera Barat, Manado, Maluku dan masih banyak lagi. Itu pula sebabnya, motif kebaya juga bermacam-macam.

Ia juga mengungkapkan bahwa ketika mulai sering mengenakan kebaya, mereka justru tidak dianggap sebagai orang Jawa. Melainkan disangka sebagai orang Bali karena masyarakat di Pulau Dewata itu memang terbiasa memakai kebaya.

Padu padan kebaya

Kristin juga mengatakan setelah mulai berkebaya sehari-hari, ia baru menyadari bahwa kebaya itu prinsipnya sama seperti blus biasa.

"Ternyata kebaya bisa dipadukan dengan bahan apa saja. Bawahannya juga nggak harus selalu kain tapi bisa juga dipakai dengan celana atau rok," ujarnya.

Namun, karena koleksi kain Kristin dan teman-temannya cukup banyak, jadi mereka memilih untuk mengenakan kebaya dengan kain tradisional. Meski mengenakan kain, mereka mengaku tidak pernah merasa kerepotan. Begitu juga saat memadupadankan kebaya dan kain tradisional.

"Pakai kebaya itu nggak ribet kok. Awalnya saja ngeliatnya ribet, tetapi pada dasarnya nggak jauh beda dengan tren pakaian lain, misalnya hijab. Kita juga bisa pakai kebaya ketika naik angkutan umum," ucap Kristin.

Senada dengan sahabatnya, Lia Nathalia juga mengaku ia telah terbiasa mengenakan kebaya sehari-hari termasuk saat naik kereta atau berlari mengejar bus kota.

Lia merupakan orang yang paling konsisten mengenakan kebaya dibandingkan ketiga sahabatnya. Sejak Agustus 2014 lalu, Lia memutuskan untuk mengenakan kebaya setiap hari baik itu, saat bekerja di kantor hingga traveling bersama teman-teman.

"Awalnya, dilihat orang mungkin agak aneh, tetapi lama-lama orang mulai biasa dan anehnya banyak juga perempuan yang jadi tertarik memakai kebaya untuk sehari-hari, nggak cuma untuk kondangan atau acara resmi," ungkapnya.

Lia juga mengatakan bahwa ia  dan ketiga sahabatnya ingin mengubah pandangan masyarakat Indonesia akan kebaya yang identik dengan citra orang kuno atau orang desa. Menurut dia, di Yogyakarta atau Solo, yang mengenakan kebaya hanya orang-orang tua.

Bahkan saat ini, wanita Bali yang masih muda hanya mengenakan kebaya untuk sembahyang atau menghadiri acara-acara adat. Ia ingin mengubah pandangan tersebut dan meyakinkan orang terutama anak-anak mudah bahwa kebaya bisa dikenakan sehari-hari.

"Orang luar saja kagum dengan Indonesia yang memiliki budaya yang unik. Justru orang Indonesianya yang merasa aneh. Jadi, kalau tidak dipelihara, nantinya kebaya dipakai hanya untuk kawinan dan acara-acara resmi atau bersifat seremonial saja," katanya.

Untuk masalah modern atau tidak, menurutnya lebih ke aspek spiritual dan pemikiran, bukan dari penampilan.

Menjadi lebih kreatif

Rutin mengenakan kebaya dalam menjalani kegiatan sehari-hari membuat keempat sahabat itu memiliki puluhan kebaya dan kain tradisional. Mereka mengaku lebih sering membeli kebaya jadi, tapi banyak juga kebaya yang sengaja mereka jahit sendiri di tukang jahit langganan.

Uniknya, mengenakan kebaya juga ternyata memiliki sejumlah manfaat yang sebelumnya tak pernah mereka sadari. hal itu diungkapkan oleh Rahmi Hidayati.

"Pakai kebaya bisa jadi barometer menjaga badan. Kalau kegemukan, pas pakai kebaya bisa kelihatan," ucap Rahmi.

Selain itu, mengenakan kebaya juga secara tidak langsung dapat membuatnya menjaga perilaku dan perbuatan karena perempuan berkebaya identik dengan perempuan yang ayu dan sopan.

Namun, manfaat yang paling terasa menurut Rahmi adalah ia dan teman-temannya menjadi lebih kreatif sejak rutin berkebaya. Itu karena mereka harus mencari ide-ide baru memadupadankan kebaya dengan kain.

"Terus kita juga jadi belajar memodifikasi kain yang dipakai bersama kebaya karena beda kegiatan berbeda pula cara memakai kainnya. Pokoknya, kebaya itu menyenangkan dipakai dimana saja," kata Rahmi.

Ia sendiri pernah mengenakan kebaya saat bersepeda, naik gunung hingga menyusuri sungai mahakam.

"Jadi cara memakai kainnya juga disesuaikan. Seperti waktu naik perahu itu gimana caranya saya pakai kain tapi masih bisa berenang kalau misal perahunya terbalik," ujarnya sambil tertawa.

Seperti kebaya, mengenakan kain juga tidak serepot yang orang-orang kira. Wanita dengan ukuran tubuh apapun juga tetap pantas mengenakan kain. Yang terpenting ialah kreatif dalam memadupadankan kebaya baik itu dengan kain atau dengan jenis bawahan lainnya.

"Selain kombinasi warna dan motif, cara mengenakan kain juga bisa dimodifikasi. Misalnya anak saya yang masih 15 tahun lebih suka pakai kain yang sedengkul. Kainnya juga bisa dimodel-modelin, nggak cuma dililit saja tapi bisa juga dikerut-kerut," katanya.

Mengaktualisasi budaya Indonesia

Komunitas pencinta kebaya, bukan hanya keempat perempuan ini. Menurut Lia, banyak perempuan Indonesia lain di seluruh Nusantara yang juga memiliki kecintaan yang sama terhadap pakaian adat kebaya. Namun, hingga saat ini masih dalam kelompok-kelompok kecil sehingga belum ada komunitas besar yang benar-benar menaungi mereka.

"Kami ingin menginisiasi perempuan-perempuan yang suka pakai kebaya supaya akhirnya bisa ketemu. Kita ingin jadi jembatan bagi mereka, supaya makin banyak yang cinta budaya Indonesia," ucap Lia.

Kristin juga mengungkapkan selama ini ia dan para sahabatnya berkebaya sambil mencoba mengajak perempuan lain untuk mulai lebih sering mengenakan kebaya. Meski begitu, mereka juga mengaku masih berusaha menjaga konsistensi untuk tetap berkebaya.

Itu semua dilakukan demi melestarikan salah satu kekayaan budaya Indonesia. Menurutnya, jika budaya luar dapat masuk ke Indonesia, bukan tidak mungkin budaya Nusantara juga bisa mendunia.

"Di tengah gempuran budaya pop di indonesia yang luar biasa ini, kita pengen mengaktualisasikan budaya indonesia lewat kebaya," kata dia.

Kristin juga mengatakan bahwa mereka ingin membuat komunitas pecinta kebaya ini menjadi lebih besar. "Ingin diseriusin komunitasnya jadi besar. Ingin ketemu sekali-sekali sama yang sudah duluan berkebaya. Kalau komunitasnya lebih besar pasti kan dampaknya ke masyarakat juga jadi lebih besar," ujar Kristin. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya