Sering Dikomplain Lambat Audit Kasus, Ini Alasan BPK
Senin, 11 Agustus 2014 - 12:12 WIB
Sumber :
- www.streetdirectory.com
VIVAnews
- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan alasan mengapa pemeriksaan atas kasus yang dilakukan atas permintaan aparat penegak hukum lambat dilakukan. Salah satunya karena permintaan pemeriksaan tidak disertai dengan bukti awal pendukung pemeriksaan.
Di depan para penegak hukum yang terdiri atas Kepolisian, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam rapat koordinasi yang dilakukan di BPK, Senin 11 Agustus 2014, Sekretaris Jenderal BPK, Hendar Ristriawan mengungkapkan hal tersebut.
Di depan para penegak hukum yang terdiri atas Kepolisian, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam rapat koordinasi yang dilakukan di BPK, Senin 11 Agustus 2014, Sekretaris Jenderal BPK, Hendar Ristriawan mengungkapkan hal tersebut.
Menurut Hendar, BPK sering kali mendapatkan keluhan dari aparat penegak hukum mengenai hal itu. Padahal, BPK kesulitan memulai pemeriksaan karena minimnya daya pendukung awal yang seharusnya disertakan aparat penegak hukum, ketika mengajukan permintaan pemeriksaan terhadap suatu kasus.
"Permintaan pemeriksaan dari aparat penegak hukum di beberapa kasus itu tidak disertai bukti-bukti pendukung yang memadai bagi auditor untuk melakukan perhitungan kerugian negara," ujarnya.
Dia menjelaskan, pemeriksaan yang dilakuan BPK tidak sekadar menghitung berapa potensi kerugian negara yang terjadi dalam sebuah kasus. Tapi, BPK mengonstruksikan definisi kerugian negara yang terjadi berdasarkan undang-undang (UU) yang berlaku.
"BPK mengacu pada definisi kerugian negara, yang termuat dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara khususnya Pasal 1 Ayat 22," ungkapnya.
Dalam UU tersebut, definisi kerugian negara dijelaskan berkurangnya uang, aset atau surat berharga yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum.
Definisi tersebut berbeda dengan apa yang dituangkan dalam UU Tindak Pidana Korupsi Pasal 2, yang menyebutkan ada unsur korupsi pada kasus yang terindikasikan kerugian negara.
"Di manakah korelasinya,
nah
untuk itu sering kali auditor BPK membutuhkan suatu konstruksi hukum dari suatu kasus pidana yang akan dihitung kerugian negaranya," tambahnya.
Hendar menjelaskan, konstruksi hukum tersebut sebagai salah satu hasil pemeriksaan dibutuhkan agar perhitungan kerugian negara tidak keluar dari ketetapan hukum yang telah ditetapkan oleh aparat penegak hukum.
"Hal-hal ini yang menjadi penyebab, manakala aparat penegak hukum meminta BPK hitung kerugian negara, tapi BPK belum memperoleh konstruksi hukum ini sendiri," imbuhnya.
Dengan rapat koordinasi ini, dia berharap, adanya perbaikan ke depannya terkait tata cara pemeriksaan BPK, khususnya yang melibatkan aparat penegak hukum, agar hasil pemeriksaan BPK juga dapat menjadi bahan penyelidikan aparat penegak hukum, guna mengungkap suatu kasus. (art)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Menurut Hendar, BPK sering kali mendapatkan keluhan dari aparat penegak hukum mengenai hal itu. Padahal, BPK kesulitan memulai pemeriksaan karena minimnya daya pendukung awal yang seharusnya disertakan aparat penegak hukum, ketika mengajukan permintaan pemeriksaan terhadap suatu kasus.