Melongok Ritual Leluhur Jawa yang Hampir Punah

Ritual mitoni
Sumber :
  • VIVAnews/Fajar Sodiq
VIVAlife
- Ritual tradisi memiliki nilai yang luhur untuk diteruskan dari generasi ke generasi. Sayangnya, gempuran budaya asing membuat ritual ini dilupakan. Tak jarang, anak muda zaman sekarang tidak tahu dengan ritual tradisi sendiri.


Berawal dari alasan itulah, Pura Mangkunegaran dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpa) Kota Solo menggelar Mangkunegaran Art Festival (MAF). Acara yang digelar di Prangwedanan, Mangkunegaran, 10-11 Juni 2014, merupakan festival upacara adat pertama di Solo. Dalam panggung ini akan disajikan dua peragaan ritual adat yakni
mitoni
dan
tedak siten.


Ketua panitia, KMRT Hudoko Artisto menjelaskan bahwa tradisi
mitoni
merupakan upacara yang digelar ketika seorang ibu memasuki usia tujuh bulan kehamilannya. Sementara
tedak siten
adalah upacara yang digelar ketika sang bayi belajar berjalan, biasanya dilakukan ketika bayi berusia tujuh bulan.


"Dalam tradisi ini mengandung banyak nilai luhur dan harapan. Tak dimungkiri sebagian orang menganggap jika tradisi ini adalah takhayul atau apa, tetapi hal inilah yang harus diluruskan karena tradisi seperti ini adalah sebagai sarana pengucapan doa bagi sang anak kelak," ujarnya


Hudoko mencontohkan dengan nilai yang terkandung dalam tradisi mitoni. Dalam tradisi ini sarat dengan angka tujuh atau dalam bahasa Jawa disebut pitu. Angka tujuh mewarnai dalam tujuh prosesi, tujuh sumber mata air yang digunakan untuk siraman, tujuh
uba rampe
dan tujuh
pinisepuh
(orang yang dituakan) untuk diminta doanya.


"Angka tujuh adalah angka yang melambangkan pertolongan dari tradisi Jawa karena tujuh atau
dr Tirta Singgung Dokter yang Suka Pamer Kekayaan: Gak Boleh, Gak Mungkin Bisa!
pitu itu bermakna
Aneh tapi Nyata, Ternyata Marshanda Pernah Hidup 3 Hari 4 Malam dalam Kegelapan Total
pitulungan
," katanya saat memandu acara
Curhat Pilu Kekasih Pratu Andi Tambaru: Beta Belum Ikhlas!
mitoni
, Selasa malam, 10 Juni 2014.

Acara yang berlangsung dua hari ini akan berlanjut pada Rabu, 11 Juni 2014. Jika pada hari Selasa malam, menyajikan peragaan upacara adat
mitoni
maka pada hari kedua akan menampilkan
tedak siten
. Pada panggung ini juga digelar enam sajian tari Jawa dari Sanggar Tari Soeryo Soemirat GPH Herwasto Kusumo.


"Tari itu adalah Gambyong Retno Kusumo, Prawira Tamtama, Bambangan Cakil, Tari Bandabaya, Kembang Sepasang, dan Sigrak. Menariknya dalam Tari Prawira Tamtama ditarikan oleh 12 siswa asing penerima Beasiswa Seni dan Budaya 2014 sebagai program Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI," ucapnya.


Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo, Eny Tyazni Susana,  mengatakan gelaran acara seperti ini memang sangat diperlukan. Karena ajang ini sebagai sarana menyosialisasikan kembali tradisi ritual yang hampir terlupakan.


"Masyarakat mulai melupakan tradisi ritual sendiri. Padahal Solo ini sebagai pusat budaya Jawa. Jadi jangan sampai budaya ini hilang ataupun diklaim oleh asing," ucap Eny. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya