Wahiduddin Adams dan Aswanto, Dua Hakim MK Baru
Kamis, 6 Maret 2014 - 09:24 WIB
Sumber :
- www.kemenkumham.go.id
VIVAnews
– Dua hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru telah terpilih. Mereka akan menggantikan Ketua MK Akil Mochtar yang ditangkap KPK karena terjerat kasus suap sengketa pilkada, dan Harjono yang pensiun pada Maret 2014.
Kedua hakim konstitusi itu adalah Wahiduddin Adams dan Aswanto. Mereka memperoleh suara terbanyak dalam voting yang dilakukan Komisi III Bidang Hukum DPR, Rabu malam 5 Maret 2014. Wahiduddin mengantongi 46 suara, dan Aswanto 23 suara. Total anggota Komisi III yang memberikan suaranya berjumlah 50 orang.
Nama Wahiduddin dan Aswanto direkomendasikan oleh tim pakar yang membantu Komisi III melakukan uji kelayakan dan kepatutan calon hakim konstitusi. Hari ini, Kamis 6 Maret 2014, nama keduanya akan dibawa ke sidang paripurna DPR untuk disahkan sebagai hakim MK terpilih.
Wahiduddin Adams adalah mantan Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pria kelahiran Palembang, 17 Januari 1954 ini mengawali karier sebagai pegawai negeri sipil dengan jabatan Kepala Sub Bidang Hukum Sektoral di Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Wahiduddin juga pernah menjadi tenaga perancang Peraturan Perundang-undangan di Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan. Sejumlah jabatan struktural di Kemenkumham pernah diembannya, antara lain Koordinator Urusan Administrasi Kantor Wilayah Kehakiman Sulawesi Tenggara, Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan dan Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah di Direktorat Jenderal Hukum dan Perundangan-undangan.
Wahiduddin menempuh pendidikan strata satu di Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, jurusan Peradilan Islam tahun 1979. Ia kemudian mengambil studi De Postdoctorale Cursus Wetgevingsleer di Leiden, Belanda, tahun 1987.
Gelar magister dan doktor bidang Hukum Islam diperoleh Wahiduddin dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada tahun 1991 dan 2002. Wahiduddin juga sempat mengenyam pendidikan Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Jakarta.
Selain aktif di birokrasi, Wahiduddin aktif di beberapa organisasi, antara lain menjabat Ketua Dewan Pengurus Pusat KNPI periode 1981-1984, Ketua Lembaga Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama periode 2004-2009, dan Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI tahun 2004-2009.
Wahiduddin sempat terlibat aktif dalam penyusunan naskah akademik, perancangan, dan menjadi tim asistensi pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama, RUU Zakat, RUU Wakaf, RUU Perbankan Syariah, dan lain-lain.
Sebelum pensiun sebagai dirjen, Wahiduddin sempat terlibat dalam penyusunan RUU KUHP dan KUHAP yang belakangan menjadi polemik.
Sementara Aswanto adalah Guru Besar dan Rektor Universitas Hasanuddin, Makassar. Dalam proses fit and proper test, Aswanto berjanji tak akan tergoda suap seperti hakim konstitusi pendahulunya, Akil Mochtar. “Jangan hanya takut pada KPK, tapi harus lebih takut kepada Tuhan,” kata dia.
Aswanto yang berasal dari dunia akademis mengatakan, ia ingin menjadi hakim MK karena prihatin terhadap penegakan hukum di Indonesia. (eh)
Baca Juga :
Pengamat: Kepuasan ke Erick Thohir Tinggi karena Prestasi Timnas Indonesia dan Terobosannya
Wahiduddin Adams adalah mantan Direktur Jenderal Hukum dan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pria kelahiran Palembang, 17 Januari 1954 ini mengawali karier sebagai pegawai negeri sipil dengan jabatan Kepala Sub Bidang Hukum Sektoral di Badan Pembinaan Hukum Nasional.
Wahiduddin juga pernah menjadi tenaga perancang Peraturan Perundang-undangan di Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan. Sejumlah jabatan struktural di Kemenkumham pernah diembannya, antara lain Koordinator Urusan Administrasi Kantor Wilayah Kehakiman Sulawesi Tenggara, Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan dan Direktur Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah di Direktorat Jenderal Hukum dan Perundangan-undangan.
Wahiduddin menempuh pendidikan strata satu di Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, jurusan Peradilan Islam tahun 1979. Ia kemudian mengambil studi De Postdoctorale Cursus Wetgevingsleer di Leiden, Belanda, tahun 1987.
Gelar magister dan doktor bidang Hukum Islam diperoleh Wahiduddin dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada tahun 1991 dan 2002. Wahiduddin juga sempat mengenyam pendidikan Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Jakarta.
Selain aktif di birokrasi, Wahiduddin aktif di beberapa organisasi, antara lain menjabat Ketua Dewan Pengurus Pusat KNPI periode 1981-1984, Ketua Lembaga Wakaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama periode 2004-2009, dan Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI tahun 2004-2009.
Wahiduddin sempat terlibat aktif dalam penyusunan naskah akademik, perancangan, dan menjadi tim asistensi pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama, RUU Zakat, RUU Wakaf, RUU Perbankan Syariah, dan lain-lain.
Sebelum pensiun sebagai dirjen, Wahiduddin sempat terlibat dalam penyusunan RUU KUHP dan KUHAP yang belakangan menjadi polemik.
Sementara Aswanto adalah Guru Besar dan Rektor Universitas Hasanuddin, Makassar. Dalam proses fit and proper test, Aswanto berjanji tak akan tergoda suap seperti hakim konstitusi pendahulunya, Akil Mochtar. “Jangan hanya takut pada KPK, tapi harus lebih takut kepada Tuhan,” kata dia.
Aswanto yang berasal dari dunia akademis mengatakan, ia ingin menjadi hakim MK karena prihatin terhadap penegakan hukum di Indonesia. (eh)
Baca Juga :
Digelar Hari Ini, Jutaan Warga Berbondong-bondong ke Bilik Suara Pilpres AS 2024
Jutaan warga AS menuju tempat pemungutan suara untuk memilih presiden antara Capres dari Partai Republik Donald Trump, atau Capres dari Partai Demokrat Kamala Harris
VIVA.co.id
5 November 2024
Baca Juga :