Budidaya "Salak Gito" Disuka Sampai Mancanegara

Salak Pronojiwo
Sumber :
  • VIVAnews/Tudji Martudji
VIVAnews - Senyum Gito (53 tahun), warga Desa Pronojiwo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur ini terus mengembang. Betapa tidak, kerja kerasnya yang dirintis sejak 1990 lalu bersama tiga temannya sesama petani, Sabdo (50), Siono (43), dan Giran (45) berbuah berkah.
Indonesia Jalin Kemitraan Strategis untuk Inovasi Teknologi dan Pendidikan

Keberhasilan dari tangan dinginnya membudidayakan Salak Pronojiwo mendatangkan rejeki berlimpah. Buah salak tanamannya tak hanya dinikmati warga Pulau Jawa, hampir semua provinsi di Indonesia Timur juga ikut merasakan nikmatnya buak salak ini. Termasuk, negeri tetangga Singapura dan Malaysia ketagihan ingin terus merasakan segar dan lezatnya "Salak Gito" Pronojiwo.
Oknum Satreskrim Polres Bekasi Diduga Lakukan Aksi Arogan Terhadap Warga di Cikarang

Untuk diketahui, selain salak sebagai tanaman primadona asal Lumajang, tanaman hasil bumi kabupaten yang tertoreh sejarah perjalanan tokoh jaman Kerajaan Majapahit, Arya Wiraraja ini, di antaranya ada Pisang Kirana yang ditanam di lahan seluas 1.469,78 hektare di 11 kecamatan dan menghasilkan 32,228 ton.
Timnas Indonesia Dapat Kabar Baik dari Elkan Baggott

Kemudian, pisang Agung Semeru dilahan 544,49 hektare terdapat di lima kecamatan dengan hasil panen 12.041 ton. Pisang Susu di lahan 2.516,35 hektare di 19 kecamatan dengan hasil 42.423 ton. Pisang Raja di tanam di 20 kecamatan di lahan seluas 392,59 hektare, hasilnya 8.234 ton.

Pisang Ambon di 11 kecamatan dan luas lahan 224,60 hektare, hasil panen 4.628 ton, serta pisang Kepok ditanam di 20 kecamatan di  lahan seluas 545,52 hektare, dengan hasil penan 11.395 ton. Buah pisang asal Lumajang ini tercatat juga sampai ke Benua Australia, pengirimannya rutin sejak 2010.

Sukses membudidayakan kebun salak itu tak dilakoni sendiri, kiprah pemilik lahan 1,5 hektare ini kemudian diikuti oleh petani lainnya dari 14 kecamatan di Lumajang. Hasilnya, hingga kini kelompok tani itu terus memetik hasil dengan perolehan melimpah.

Puncak keberhasilan bapak dari tiga orang anak warga Lumajang ini, membuat Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara beserta rombongan penasaran. Kepala negara tertarik, kemudian datang dan menyempatkan ke ladang ikut memetik salak pada 30 Juli 2013 lalu.  

Gito mengakui, sebelum beralih ke budidaya salak, dia adalah petani cengkeh dan kopi selain rutin menanam padi. Tak dapat banyak untung, membuat dirinya mencari terobosan untuk menanam jenis tanaman yang lain. Dari kebiasaan menanam cengkeh dan kopi beralih menanam salak. 

"Sebelumnya, saya menanam cengkeh dan kopi. Tetapi, tidak mendatangkan hasil. Beda dengan tanaman salak ini, setiap saat saya mendapat hasil. Sampai bisa membiayai kuliah anak saya," ujarnya.

Tak berlebihan, kalau lelaki paruh baya ini disebut pioner budidaya buah salak di Lumajang. Karena, dia adalah satu dari empat orang (pertama) yang merintis kemudian membudidayakan salak. Dan, dalam perjalanannya kemudian dikenal dengan sebutan Salak Pronojiwo dari Lumajang.

Dia bercerita, awalnya, karena hasil panen yang selalu tidak sebanding dengan biaya tanam, yakini cengkeh dan kopi membuat dia mencari terobosan lain. Bersama petani lainnya, dia memutar otak, hingga akhirnya muncul keinginan berganti menanam salak.

"Kami keliling Jawa, hingga akhirnya sampai ke Kabupaten Sleman di Jawa Tengah. Dari Sleman itulah kami mendapat bibit salak," ujarnya.

Dengan beberapakali uji coba, bersama sejumlah petani bibit salak yang dibawa dari Sleman ditanam di ladang masing-masing. Tak disangka, hasil panen salak manis dan masir asal Lumajang ini banyak diminati. Sejak itu, dari berbagai penjuru Pulau Jawa, Bali dan sejumlah provinsi dari Indonesia Timur berdatangan, pemesanan pun terus mengalir. Termasuk, dari Singapura dan Malaysia juga rutin minta dikirim.

Nama Salak Pronojiwo, menurutnya, sebutan spontan dan nama yang sederhana dipakai saat menjajakan hasil penen perdana saat itu. Ada tiga jenis salak yang berhasil dibudidayakan dan menjadi produk unggulan masyarakat petani di Kabupaten Lumajang, yakni jenis Gula Pasir ditanam di lahan seluas sekitar tiga hektare.

Salak ini bibit asalnya dibawa dari Bali, harga jual antara Rp25-30 ribu per kilo. Jenis Pondoh Madu, asal Sleman yang ditanam di sekitar lahan lima hektare milik petani. Harga jual antara Rp20-30 ribu. Ketiga adalah jenis Pondoh Lumut, bibitnya asal Sleman, ditanam di seluas 473 hektare, dengan harga jualnya Rp2.500 sampai Rp7.500. 

"Sepertinya belum ada yang menyamai salak asal Lumajang ini," sambung Sukoto, Kepala Kelompok Tani kecamatan setempat.

Tercatat, ada 14 kecamatan sebagai daerah penghasil salak di Kabupaten Lumajang. Yakni, Kecamatan Pronojiwo, produktivitasnya 167,70 persen; Tempursari 634,43 persen; Candipuro 698,59 persen; Yosowilangun 392,00 persen; Randuagung 375,18 persen; Senduro 225,13 persen; Kedungjajang 291, 25 persen; Tekung 200 persen; Tempeh 160,26 persen; Kecamatan Kunir 122,67 persen; Klakah 256,25 persen; Pasrujambe 40 persen; Rowokangkung 197,42 persen, dan di Sukodono 206,90 persen.

Gito bertutur, menanam salak tidak terlalu sulit. Hasil panen setiap minggu bisa didapat setelah tanaman berbiji ini masuk umur yang cukup, yakni setelah berumur dua tahun. 

Di umur itu, pohonnya bisa setinggi lima meter. Mulai mengembang, menjadi penthil (bakal buah salak) kemudian membesar menjadi buah salak dan siap dipanen. "Tanaman ini terus berbuah dan bisa dipanen setiap minggu," ujarnya sambil memetik salak di pohon yang sudah besar-besar.

Perawatannya tidak rumit, setelah pohon salak berbunga, dilakukan pembungkusan, terbaru dilakukan dengan menggunakan botol plastik air mineral yang dipotong separuh dan sejajar. Tujuannya, agar bunga bakal buah salak tidak tertetes atau teraliri air secara langsung.

Cara itu, lanjut petani agar proses penyerbukan bisa berlangsung sempurna, dan buah yang dihasilkan bisa maksimal, besar dan rasanya enak. Setelah lebih dari 30 hari, botol plastik pembungkus buah bisa dibuka, tujuannya agar cepat besar. Dan, panen buahnya bisa dilakukan setiap seminggu sekali (dipilih yang besar, buah yang kecil menyusul).

Perawatannya pun tergolong gampang. Setelah tenam, hanya sekali diberi pupuk kompos, tanpa ramuan lain seperti pupuk pabrik yang mengandung pestisida. Di umur di atas tiga bulan, tanaman ini sudah mendatangkan hasil. Yakni, tunas baru anak-anakan yang bisa dicabut dan bisa dijual untuk bibit. Selebihnya, pelepahnya juga bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak.  

Disebutkanya, budidaya dan pemasaran salak asal Bumi Lumajang ini terus membaik. Itu karena Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur dan dinas pertanian di kabupaten bersama-sama memberikan berbagai kebutuhan kepada petani. Selain penyuluhan juga soal hasil panen dan distribusi memasarannya.

"Alhamdulillah, disini ada 40 kelompok petani (Poktan), dengan luas lahan yang ditanami salak ada 648 hektare. Hasilnya lumayan baik, kesejahteraan hidup petani terus membaik," tuturnya.

Disebutkan, daerah di Lumajang yang paling banyak dikenal masyarakat sebagai penghasil salak terbesar adalah Pronojiwo dan Taman Ayu. Dan, sampai saat ini terus dikembangkan lahan untuk ladang budidaya tanaman salak, guna mendongkrak hasil bumi lainnya dan peningkatan pendapatan petani.

"Untuk itu, kita membentuk kelompok tani. Dikepalai satu orang yang membawahi tujuh orang anggota kelompok tani. Lewat Poktan ini semua program dan bentuk pembinaan kita lakukan. Tujuannya, meningkatkan hasil tanaman dan pendapatan petani," tambah Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang, Paiman kepada rombongan Wartawan Provinsi Jawa Timur yang bertandang ke Lumajang dalam rangka Lomba Karya Tulis Wartawan 2013. 

Data yang ada, mencatat di Lumajang rumah tangga yang menekuni pertanian ada 153.792 kepala keluarga atau 54,77 persen, dan sebanyak 105.063 kepala keluarga yang bertani tanaman pangan dan hortikultura.

Rinciannya, tanaman padi sebanyak 7,45 persen dari dari luas lahan, jagung 6,18 persen, Kedelai 0,18 persen, kacang tanah 0,11 persen, kacang hijau 4,84 persen, ubi kayu 3,77 persen, ubi jalar 2,92 persen.

"Dengan jumlah penduduk 1.014.577 jiwa (sesuai hasil sensus penduduk 2012), produksi beras di Lumajang mencapai 251.564 ton. Dan, Lumajang tercatat surplus beras sebanyak 160.252 ton," urai Paiman.

Membudidayakan salak, para petani di Lumajang mengaku beruntung selain masih bisa menanam jenis hortikultura lain, dengan budidaya salak pendapatan petani terus meningkat. Hanya saja mereka masih kesulitan mendapatkan kucuran dana pinjaman untuk modal awal tanam.

Disebutkan, di kawasan itu menargetkan bisa membudidayakan seluas 1.000 hektar lahan tanaman salak. Sementara itu, yang terpenuhi sampai saat ini baru 600 hektare. "Kredit lunak masih kita butuhkan untuk modal awal. Karena, untuk lahan seluas satu hektare dibutuhkan 2.000 bibit, dengan kebutuhan dana sebanyak Rp50-55 juta," ujar sejumlah petani.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya