Masjid Laweyan, Jejak Penyebaran Islam di Solo

Masjid laweyan merupakan yang tertua di Solo, Jawa Tengah
Sumber :
  • VIVAnews/ Fajar Sodiq

VIVAnews - Solo merupakan salah satu kota penting dalam jejak pernyebaran Islam di Jawa. Lantaran di kota inilah berdiri kerajaan Mataram Islam. Jika melihat sejarah penyebaran Islam di Solo, maka sosok Ki Ageng Henis dengan peninggalannya, yakni Masjid Ki Ageng Henis atau kerap disebut Masjid Laweyan tidak bisa dilupakan.
 
Masjid Laweyan berada di wilayah sentra saudagar batik, Kampung Laweyan, Solo. Mengupas masjid ini maka tidak akan terlepas dari akulturasi Islam-Hindu. Pasalnya bangunan masjid ini dulunya merupakan bangunan pura.

Sayangnya keaslian bangunan pura ini sulit ditemukan kembali, karena masjid ini sudah beberapa kali mengalami pemugaran.
 
Adiyanto, pengurus Masjid Laweyan, bertutur pendiri masjid ini merupakan cikal bakal penerus takhta tiga kerajaan di Solo dan Yogyakarta. Ia pun mengklaim jika masjid ini merupakan tempat ibadah Muslim yang tertua di Solo. "Sebelum ada masjid, dulunya berdiri pura," jelasnya kepada VIVAnews, Sabtu, 20 Juli 2013.
 
Masjid Laweyan, disebutkan Adiyanto, berdiri sejak tahun 1546, saat zaman kerajaan Pajang. Seperti diketahui kerajaan Pajang merupakan  merupakan cikal bakal lahirnya kerajaan Mataram yang kemudian pecah menjadi Kraton Kasunanan Surakarta dan Kraton Yogyakarta.
 
"Ki Ageng Henis ini sebagai penasihat spiritual Kerajaan Pajang. Beliau merupakan keturunan Raja Majapahit dari silsilah Raja Brawijaya-Pangeran Lembu Peteng-Ki Ageng Getas Pandawa lalu Ki Ageng Selo. Sedangkan keturunan Ki Ageng Henis saat ini menjadi raja-raja di di kraton Surakarta dan Yogyakarta," papar dia.
 
Berdasarkan cerita, lanjutnya, jejak sejarah pendirian masjid ini berawal dari persahabtan Ki Ageng Henis  dengan seorang Pemangku atau Pandhita Umat Hindu. Lambat laun Pemangku tersebut mulai tertarik mempelajari agama Islam yang semua ajarannya berasal dari Al Quran dan hadits.

Fakta Penembakan Bos Rental, Penjelasan Kapolsek Cinangka hingga Peran Pembunuh Eks TNI

Pemangku  itu lantas menahbiskan diri memeluk agama Islam mengikuti jejak Ki Ageng Henis. Sebab itulah, bangunan pura yang sebelumnya menjadi tempat ibadah agama Hindu langsung diserahkan kepada Ki Ageng Genis untuk diubah menjadi bangunan langgar. Lantas dalam perkembangannya, langgar itu kemudian berubah menjadi masjid.
 
Bentuk arsitek masjid yang mirip seperti Kelenteng Jawa, juga menjadi ciri khas Masjid Laweyan yang berbeda dengan bentuk arsitek masjid pada umumnya. Salah satu arsitektural menarik dari masjid ini adalah pembagian ruang masjid terdiri tiga lorong jalur masuk yang terletak di bagian muka. Tiga lorong ini menandakan tiga jalan menuju kehidupan bijak, yakni Islam, Iman dan Ihsan.
 
"Ada juga kentongan besar yang usianya ratusan tahun, tapi jarang dibunyikan, karena digantikan dengan bedug. Sisa bangunan yang usianya tua, adalah dua belas tiang utama masjid dari kayu jati," tuturnya.
 
Jejak sejarah lainnya adalah keberadaan mata air sumur yang berada di sekitar kompleks masjid. Konon sumur itu muncul dari injakan kaki Sunan Kalijaga. Hingga saat ini airnya tidak pernah kering meskipun pada musim kemarau.

"Oleh sebab itu, banyak pengunjung yang memanfaatkan air tersebut untuk pengobatan," kata Adiyanto.
 
Lantaran sarat dengan akulturasi budaya, masjid ini pun sering dijadikan sasaran obyek penelitian para arkeolog. Baik itu sejarah, arsitekturalnya hingga keberadaan dari mata air sumur.