Sejarah Perusahaan Minyak Shell Bermula dari Indonesia
Sabtu, 9 Maret 2013 - 19:07 WIB
Sumber :
- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVAnews
- Presiden Direktur Shell Indonesia, Darwin Silalahi, menceritakan sebuah sejarah penting perusahaan Shell yang kini bermarkas di Eropa itu. Menurut Darwin, keberadaan Shell tak bisa dilepaskan dari Indonesia.
Darwin mengatakan tak semua orang tahu bahwa perusahaan multinasional Shell pada awalnya melakukan bisnisnya di Indonesia tepatnya di area perkebunan Telaga Said, Deli, Sumatera Utara, di masa Indonesia masih jajahan Belanda. Adalah seorang mandor perkebunan Hindia Belanda, Aeliko Jans Zijklert, pada tahun 1880 menemukan cairan hitam di perkebunan tersebut.
Baca Juga :
Presiden Prabowo Tunjukkan Kepemimpinan Kuat Berwibawa di Kancah Internasinoal, Kata Dave Laksono
Darwin mengatakan tak semua orang tahu bahwa perusahaan multinasional Shell pada awalnya melakukan bisnisnya di Indonesia tepatnya di area perkebunan Telaga Said, Deli, Sumatera Utara, di masa Indonesia masih jajahan Belanda. Adalah seorang mandor perkebunan Hindia Belanda, Aeliko Jans Zijklert, pada tahun 1880 menemukan cairan hitam di perkebunan tersebut.
Sampel cairan tersebut lalu dikirim Zijklert ke Batavia untuk diteliti. Setelah mengetahui cairan hitam itu adalah minyak bumi, ia pun memutuskan berhenti menjadi mandor dan kembali ke negeri asalnya, Belanda. "Ia menawarkan idenya kepada orang Belanda yang ahli dalam bidang pengeboran untuk diajak memulai bisnis migas," tutur Darwin bercerita di Fakultas Ekonomi Bisnis, UGM, Sabtu 9 Maret 2013.
Satu tahun setelah pulang ke Belanda, Zijklert datang ke Deli untuk melakukan pengeboran minyak bumi. Namun pengeboran pertama ternyata tidak berhasil karena sumber minyak bumi dalam sumur yang dibor ternyata kering. Dia pun tidak putus asa, lalu melakukan pengeboran di Telaga Said 2 dan akhirnya berhasil.
“Itu penemuan minyak pertama di Indonesia. Itu juga yang memulai berdirinya industri migas yang kini dinamakan Shell,” kata Darwin.
Meski perusahaan ini beroperasi pertama kali di Indonesia, seiring perjalan waktu perusahaan ini sudah berevolusi menjadi perusahaan migas terbesar di dunia. Tidak hanya bidang minyak bumi namun juga perusahaan ini merambah pada LNG bahkan menjadi pelopor kemajuan inovasi pengolahan gas bumi menjadi energi.
"Hal yang patut dicontoh dari perkembangan Shell," ujar Darwin, "seseorang yang mau meninggalkan zona kenyamanan lalu terjun menjadi wirausaha. Dari seorang mandor beralih ke zona tidak aman menjadi seorang pengusaha," katanya.
Kebutuhan Minyak Meningkat
Kini, kebutuhan energi khususnya minyak dan gas di dunia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk serta pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat. Namun sayangnya kebutuhan energi minyak bumi dan gas bumi tidak dibarengi semakin banyaknya penemuan ladang minyak yang baru sehingga dikhawatirkan kebutuhan minyak dengan pasokan akan timpang hingga nanti di tahun 2025.
"Saat ini tidak ada lagi ditemukan lapangan migas yang baru sehingga dapat diolah untuk memenuhi permintaan. Jika pun ada maka lapangan migas baru dapat ditemukan di laut dalam, kutub, dan wilayah geografi dan geopolitik kurang stabil. Dampaknya akan terjadi kesenjangan yang tinggi antara permintaan dan suplai," kata Darwin.
Menurutnya permasalahan kebutuhan migas yang tak seimbang juga akan terjadi di Indonesia. Indonesia yang dulunya dikenal sebagai sumber migas potensial dunia juga dihadapkan pada persoalan minimnya pasokan sumber migas sementara kebutuhan makin bertambah dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
“Manakala ekonomi memasuki pasar industrialisasi, maka negara lewat industri migas harus mampu men-
drive
kebutuhan energi,” katanya. (eh)
Baca Juga :
Halaman Selanjutnya
Sampel cairan tersebut lalu dikirim Zijklert ke Batavia untuk diteliti. Setelah mengetahui cairan hitam itu adalah minyak bumi, ia pun memutuskan berhenti menjadi mandor dan kembali ke negeri asalnya, Belanda. "Ia menawarkan idenya kepada orang Belanda yang ahli dalam bidang pengeboran untuk diajak memulai bisnis migas," tutur Darwin bercerita di Fakultas Ekonomi Bisnis, UGM, Sabtu 9 Maret 2013.