Aviliani-KEN: Atasi Dampak Krisis Dulu, Baru Redenominasi
- REUTERS/John Kolesidis
VIVAnews - Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN), Aviliani, menilai, rencana pemerintah untuk menyederhanakan penyebutan nilai nominal rupiah atau redenominasi, saat ini belum tepat. Alih-alih memikirkan redenominasi, lebih baik pemerintah bersiap dan fokus untuk menghadapi dampak krisis global terhadap perekonomian Indonesia.
"Seharusnya pemerintah berkonsentrasi untuk hal yang penting seperti mengatasi dampak krisis yang masih terjadi," kata Aviliani di Jakarta, Senin 28 Januari 2013.
Aviliani mengatakan, saat ini banyak terjadi "krisis kecil" di pasar modal yang bisa saja menjadi krisis yang berkepanjangan bagi Indonesia. Namun, dia tidak menyebutkan krisis kecil seperti apa yang dimaksud itu.
Menurut dia, pemerintah lebih baik menyeimbangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang masih fluktuatif.
Selain itu, dia menjelaskan, redenominasi yang dilakukan secara terburu-buru bisa mendorong inflasi tinggi. Selain itu, masyarakat dinilai belum siap. "Banyak yang masih berpikiran bahwa redenominasi sama halnya dengan sanering yang pernah terjadi di Indonesia," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Destry Damayanti, menilai redenominasi yang dilakukan pemerintah saat ini sudah tepat. Jika dilihat dari masa transisi yang mencapai enam tahun akan membuat proses ini berjalan lancar.
Mengenai permasalahan yang nantinya akan timbul, Destry mengungkapkan, kemungkinan yang akan timbul adalah masalah psikologis di masyarakat. "Nanti, masyarakat akan memandang rendah dan gampang menaikkan harga, padahal nilainya besar," katanya.
Kondisi serupa, menurut dia, terjadi pada masyarakat Indonesia yang bepergian ke luar negeri. Kebanyakan menganggap harga US$10 murah. Padahal, nilai tersebut jika dikonversi akan menunjukkan jumlah yang besar dalam rupiah. (eh)