Kronologi Korupsi APBD Versi Fadel Muhammad

Fadel Muhammad.
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVAnews - Mantan Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad, terlilit kasus korupsi APBD Gorontalo untuk dana mobilisasi anggota DPRD periode 2001-2004. Fadel diduga merugikan negara Rp5,4 miliar.

Wanita yang Dilaporkan Hilang saat Kebakaran Glodok Plaza Seorang Kasir Diskotek

Ditemui di Jakarta, Jumat 8 Juni 2012, Fadel dan pengacaranya menjelaskan secara bergantian mengenai kronologi keluarnya dana mobilisasi itu.

Menurut pengacara Fadel, Muhtar Lutfi, kasus ini terjadi saat Provinsi Gorontalo berpisah dari Sulawesi Utara. Wakil-wakil daerah di Gorontalo tidak punya rumah dan mobil.

Tips Berpakaian Agar Terlihat Lebih Profesional

Saat itu, kata Muhtar, para anggota DPRD mengontrak rumah dan harus naik angkot melaksanakan tugas sehari-hari. Ketua DPRD, Amir Piola Isa, kemudian meminta persetujuan Fadel selaku Gubernur, untuk mengucurkan dana mobilisasi.

Lalu, Fadel menanyakan asal dana untuk mobilisasi tersebut. “Pak Amir bilang, dari sisa APBD tahun lalu, namanya dana silpa (sisa lebih penggunaan anggaran). Ada sekitar Rp12 miliar. Diambil Rp5,4 miliar untuk rumah dan mobil dinas anggota DPRD,” sambung Fadel.

Keputusan itu disepakati melalui Surat Keputusan Bersama tentang Pelampauan Anggaran Tahun 2002. Selanjutnya, SKB itu disahkan melalui peraturan daerah yang disetujui Menteri Dalam Negeri saat itu.
 
Ternyata, keputusan itu dipermasalahkan Kejaksaan Tinggi Gorontalo dengan menerbitkan surat perintah penyidikan pada 24 Februari 2003. Sebagai konsekuensinya, seluruh anggota DPRD yang masing-masing menerima uang Rp 120 juta, diberi waktu satu tahun untuk mengembalikan uang itu.

Mitsubishi Fuso Belum Tergoyahkan di Pasar Kendaraan Niaga

Tepat setahun kemudian, uang sejumlah Rp5,4 miliar yang pernah dipakai dari APBD untuk keperluan anggota dewan, telah dikembalikan sepenuhnya ke kas daerah. “Dan sudah disahkan untuk penggunaan yang lain,” tutur Fadel.

Kejaksaan kemudian menghentikan penyidikan dengan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Namun, kata Fadel, masalah tidak berhenti sampai di situ. Pada tahun 2004, sekitar 7 bulan setelah pengembalian uang ke kas daerah, kasus tersebut  mencuat lagi.

Kali ini, dengan alasan temuan baru bahwa setoran Rp5,4 miliar ke kas daerah adalah fiktif. Amir Piola yang saat itu menjabat Ketua DPRD, ditahan selama 1,5 tahun dengan tuduhan penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian negara. Tahun 2009, Kejati kembali menerbitkan surat perintah penyidikan  yang menetapkan Fadel sebagai tersangka korupsi, tanpa pernah diperiksa. “Karena tidak cukup bukti, keluarlah SP3 untuk penahanan Fadel,” jelas Muhtar.

Anehnya, Desember 2011 kasus kembali dibuka atas tuntutan Gorontalo Corruption Watch, masih dengan tuduhan setoran fiktif. “Padahal dulu sudah pernah diperiksa, setoran itu tidak fiktif. Sudah diaudit BPK dan ada surat dari Mendagri,” tutur Fadel lagi.

Saat ini, penyidik pidana khusus Kejati Gorontalo sedang dalam proses penyidikan dengan memanggil seluruh mantan anggota DPRD yang pernah menerima uang sebelas tahun lalu.

“Alasan mereka, perbuatan melawan hukum tidak berakhir karena adanya SP3 Kejati Gorontalo,” kata Amir Piola yang juga hadir dalam jumpa pers itu, menuturkan.

Karena itu, Fadel dan penasihat hukumnya berencana melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Mereka ingin menuntut MK memberikan norma konstitusi atas kasus ini.

Pengacara senior Surabaya, Tjetjep Muhammad Yasin dikeroyok debt collector

Aksi Brutal Debt Collector Hajar Pengacara Senior di Depan Polisi hingga Pingsan

Pengacara senior asal Surabaya, Tjetjep Muhammad Yasin, yang akrab disapa Gus Yasin, mengalami pengeroyokan oleh belasan orang yang diduga sebagai debt collector.

img_title
VIVA.co.id
16 Januari 2025