Pemerintah Kaji Porsi Ekspor Gas ke Jepang
- VIVAnews/Adri Irianto
VIVAnews - Gempa bumi dan tsunami yang melanda Jepang dua pekan lalu memicu terjadinya krisis energi di negara tersebut. Sebab, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Dai-ichi, Jepang juga terkena dampaknya.
Pemerintah Indonesia, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Darwin Zahedy Saleh, sedang mempertimbangkan untuk membantu pasokan energi gas ke Negeri Matahari Terbit tersebut.
"Mengenai opsi ekspor gas ke Jepang sedang dibahas," ujar Darwin usai menghadiri acara Carbon Capture and Storage (CCS) Forum di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu, 23 Maret 2011.
Sebab bagi Indonesia, dia menambahkan, Jepang adalah mitra dalam hal ekonomi maupun sejarah. "Kami anggap Jepang negara yang penting, karena punya hubungan dengan Indonesia," kata Darwin.
Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Evita H Legowo, mengatakan pemerintah akan memprioritaskan pasokan gas untuk keperluan domestik. Namun, pihaknya juga sedang menghitung berapa besar porsi gas alam yang dapat diekspor ke Jepang bila memungkinkan.
"Keputusannya masih dibicarakan dengan BP Migas, karena untuk domestik sendiri, kami tidak punya infrastruktur memadai," ujarnya.
Darwin juga mengatakan bahwa penyaluran pasokan gas alam cair untuk domestik masih sulit dilakukan akibat ketiadaan infrastruktur. "Untuk itu, penyaluran gas masih dibahas Ditjen Migas dan BP Migas, karena kami masih sulit menyalurkan untuk domestik," kata dia.
Sifat gas alam cair yang mudah menguap, ujar Darwin, menjadi pertimbangan dalam pendistribusiannya. "Karena mudah menguap, nanti akan kami lihat, apakah ada yang bisa digunakan," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian MS Hidayat, mengatakan, upaya pemerintah untuk menambah suplai gas ke Jepang sesungguhnya tidak didasari kepentingan ekonomi, melainkan lebih karena alasan kemanusiaan.
"Kita tahu, setelah tsunami Aceh (2006), Jepang merupakan negara pertama yang membantu Indonesia. Kita merasa berutang budi pada Jepang, maka sekarang bantu mereka," ujar MS Hidayat di Batam, Kepulauan Riau, kemarin Selasa, 22 Maret 2011. (art)