XL Evaluasi Iklan 'Hantu SMS' di TV
- XL
VIVAnews - Operator layanan selular XL Axiata telah menindaklanjuti protes yang dilayangkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap iklan layanan promo SMS gratis yang ditayangkan di beberapa stasiun TV swasta.
"Kami sangat menghargai masukan dari masyarakat, dalam hal ini KPAI yang keberatan terhadap iklan kami," ujar Head of Corporate Communication PT XL Axiata Febriati Nadira kepada VIVAnews.com melalui telepon, Kamis 3 Maret 2011.Â
Sebelumnya, KPAI secara resmi melayangkan keberatan mereka terhadap tayangan iklan promo SMS gratis XL ke semua operator. Iklan itu menggambarkan gadis yang keranjingan berkirim SMS dengan rambut terurai menutupi wajah, sehingga terkesan seperti hantu.
"Iklan untuk tayangan publik harus berprespektif dan melihat kepentingan anak," kata Wakil Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh di Jakarta, pada rilis yang dikirim kepada VIVAnews.com, Kamis 3 Februari 2011.
Iklan gadis mirip hantu itu, kata Sholeh, tidak mendidik dan berpotensi melanggar hak anak. Sebab, iklan itu dikhawatirkan bisa menimbulkan persepsi berbeda dari anak, sehingga hak tumbuh kembang anak akan terganggu.
KPAI mengaku, mendapat sejumlah pengaduan atas tayangan iklan 'hantu wanita' XL yang membuat takut anak-anak. Oleh karenanya, KPAI mengimbau agar tayangan iklan lainnya juga tidak berkonsep hantu. "Tayangan publik harus memenuhi hak tumbuh kembang anak dan prinsip perlindungan anak. Jangan sampai justru membuat trauma anak," katanya.
Lebih jauh, Sholeh meminta agar iklan mirip hantu ditinjau ulang, dan ditertibkan.
Sebenarnya, menurut Ira, sapaan Febriati Nadira, XL telah mengkaji 'iklan hantu SMS' ini secara menyeluruh - termasuk dalam kaitannya dengan aspek hukum - sebelum produk itu ditayangkan ke khalayak umum.Â
Iklan, kata Ira, adalah bahasa kreatif yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. "Kami hanya ingin agar masyarakat bisa menangkap pesan dari value added yang ingin kami tawarkan kepada mereka," katanya.Â
Namun, ia tak menampik pesan itu kemudian bisa diterima dan dipersepsikan secara berbeda oleh masyarakat, khususnya KPAI. "Kami berterimakasih dan menghargai keberatan ini, dan kini masih kami diskusikan secara internal." (adi)