BUMN Tak Ingin Kepemilikan Saham Dibatasi
- Adri Prastowo
VIVAnews - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta adanya pengecualian dari penerapan kebijakan pembatasan kepemilikan saham maksimum oleh investor di sektor perbankan.
Permintaan itu menanggapi rencana Bank Indonesia yang akan mengkaji pembatasan kepemilikan saham maksimum di sebuah bank oleh individu, badan, maupun perusahaan.
"Mungkin untuk bank BUMN akan ada pengecualian," kata Deputi Perbankan dan Jasa Keuangan Kementerian BUMN, Parikesit Suprapto di Kantor Kementerian BUMN, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat 3 September 2010.
Menurut Parikesit, pemerintah akan kerepotan jika harus menambah jumlah saham yang dilepas ke publik. Namun diakuinya, dirinya hingga saat ini belum mendengar adanya kebijakan baru yang dikeluarkan BI menyangkut kepemilikan saham maksimum tersebut.
Sebelumnya, Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar mengatakan porsi kepemilikan saham pemerintah di sejumlah bank pelat merah memang sudah sewajarnya sebesar 60 persen. "Kami juga ingin kalau masih 60 persen tidak ada masalah," katanya.
Pemerintah, dia melanjutkan, tidak mungkin memiliki saham bank di bawah 60 persen dikaitkan dengan peran-peran yang harus dijalankan bank-bank tersebut.
Seperti diketahui, Gubernur BI Darmin Nasution usai pelantikan di Gedung Mahkamah Agung mengatakan, usulan pembatasan kepemilikan saham mayoritas tersebut dilakukan untuk mencegah penyelewengan bank oleh pemegang saham mayoritas.
Sebagai perbandingan, tidak ada negara yang mengizinkan kepemilikan saham mayoritas di perbankan. Bahkan, di AS pemegang saham hanya diberikan batas kepemilikan maksimal 10 persen, sedangkan Australia membatasi kepemilikan saham di bank maksimal 15 persen. (umi)