Internux Tumbang, BWA Jabotabek Tender Ulang
VIVAnews - Salah satu pemenang tender BWA atau Seleksi Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal Berbasis Packet Switched yang Menggunakan Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz untuk Keperluan Layanan Pita Lebar Nirkabel (wireless broadband) berteknologi WiMax ‘tumbang’ alias dicabut izin prinsip penyelenggaraannya.
Ia adalah PT Internux. Perusahaan ini memenangkan zona penawaran Banten dan Jabotabek (zona 4) bersama PT First Media Tbk. Internux memenangkan tender dengan harga penawaran kurang lebih Rp 110 miliar. Sementara harga yang ditawarkan First Media di peringkat pertama adalah Rp 121,2 miliar.
Namun, Internux kemudian tidak membayarkan total kewajiban ditambah BHP Frekuensi Radio beserta dendanya hingga batas akhir waktu yang ditentukan, yakni 22 Februari 2010.
“Sesuai aturan, yang gagal bayar akan kita cabut izin penyelenggaraannya. Kita berencana menggelar tender ulang. Yang jelas, pita lebar yang ditinggalkan harus dimanfaatkan,” kata Gatot S Dewa Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo pada VIVAnews di Jakarta, Senin 3 Mei 2010.
Namun, Gatot mengatakan, pemerintah tidak akan membuka tender baru dalam waktu dekat. “Proses (pencabutan izin)-nya belum selesai. Lagi pula kita menghindari adanya tuduhan kecurangan. Keputusan ini kan baru. Kalau tendernya langsung dibuka, nanti dikira memang sengaja mau tender ulang,” ucapnya.
Akan ada regulasi yang mengatur tentang penyelenggaraan tender ulang. Gatot menjelaskan, nantinya akan juga dibentuk panitia tender lagi. “Yang pasti tahun ini. Sementara belum ada pembicaraan ke arah sana dari Pak Menteri,” kata Gatot. “Kami sedih. Karena, ibarat kata, dagangan WiMax kita ternyata nggak laris,” ucapnya.
Menurut kabar terakhir dari Kemenkominfo, sampai saat ini memperoleh informasi bahwa beberapa penyelenggara telekomunikasi telah, sedang, dan akan melakukan sejumlah persiapan secara intensif. Beberapa ada yang sudah selesai pelaksanaan tender bagi pengadaan peralatannya.
“Kemudian ada pula yang masih trial secara internal setelah beberapa kantor Balai Monitoring dan juga kantor Loka Monitoring Frekuensi Radio Ditjen Postel melakukan clearance atau pembersihan terhadap penggunaan frekuensi radio pada pita frekuensi radio 2360 – 2390 MHz secara ilegal, berdasarkan surat perintah Direktur Pengelolaan Spektrum Frekuensi Radio Tulus Rahardjo pada tanggal 23 Maret 2010 melalui surat No. 539/T/DJT.4/KOMINFO/3/2010,” ucap Gatot.
Diakui Gatot, meskipun berdasarkan laporan yang terkumpul memang ada sejumlah pelanggaran, tetapi ternyata yang juga menjadi salah satu pokok permasalahan adalah adanya kecenderungan kegamangan penyelenggara telekomunikasi yang bersangkutan untuk memulai, karena terbentur masalah harga peralatan untuk pelanggan.
“Sementara di sisi penyelenggara telekomunikasi yang bersangkutan yang digunakan sebagai BTS adalah yang kapasitasnya masih rendah, hanya mampu melayani 20 pelanggan,” kata Gatot. (hs)