Pemerintah Masih 'Ngutang' ke Hutama Karya Rp1,88 Triliun
- Istimewa
VIVA – Direktur Utama PT Hutama Karya, Budi Harto mengatakan, pemerintah masih memiliki utang kepada pihaknya sebesar Rp1,88 triliun, yang merupakan dana talangan untuk pengadaan tanah bagi pembangunan.
"Jadi Rp1,88 triliun ini adalah pengeluaran dana talangan sejak tahun 2016, 2017, 2018, 2019, 2020," kata Budi di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Rabu 1 Juli 2020.
Budi memastikan, dari jumlah tersebut, jumlah utang pemerintah sebenarnya mencapai angka Rp8,16 triliun. Namun, pihaknya juga harus menanggung selisih cost of fund, karena pihaknya harus mengeluarkan cost of fund dari dana yang digunakan, yakni sebesar Rp959 miliar.
"Tapi hanya mendapat penggantian dari pemerintah sebesar Rp466 miliar, sehingga perseroan masih rugi Rp493 miliar," ujar Budi.
Kemudian, Budi menjelaskan dari Rp1,8 triliun yang ada di Hutama Karya, sebenarnya sebesar Rp6,6 triliun sudah eligable oleh BPKP dan sudah dibayar Rp6,1 triliun. "Jadi walaupun sudah eligable oleh BPKP, tapi belum dibayar Rp496 miliar," kata Budi.
Selain itu, lanjut Budi, ada juga yang belum eligable atau dalam proses BPKP, namun sekarang terhenti dengan nilai sebesar Rp807 miliar dan Rp581 miliar.
Budi menambahkan, sesuai Perpres No. 66/2020 tentang pendanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dalam rangka pelaksanaan proyek strategis nasional, yang menjadi masalah adalah bahwa sampai saat ini Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang harusnya diterbitkan oleh Kemenkeu belum ada.
Dengan demikian, jika sebelumnya hal tersebut diverifikasi oleh BPKP dan sekarang harus diverifikasi oleh Kemenkeu, namun dari pihak Kemenkeu sendiri belum siap untuk memverifikasi lagi.
"Yang kami harapkan bahwa Perpres 22/2020 segera efektif sehingga kami bisa mendapatkan penggantian dana talangan yang sudah lama kami keluarkan sehingga operasional kami tidak terganggu," ujarnya.
Â