Pola Penanganan Ekonomi Dikritik Jokowi, Kurang Sense of Crisis

Anggota Komisi XI DPR Mukhammad Misbakhun, dalam sebuah diskusi.
Sumber :

VIVA – Penanganan ekonomi yang saat ini memburuk akibat Covid-19, mendapat kritikan. Lantaran pola-pola penanganannya dianggap tidak mencerminkan sense of crisis, seperti yang dipidatokan Presiden Joko Widodo pada rapat kabinet paripurna 18 Juni 2020 lalu.

How an App Became Indonesia's Essential Weapon Against Covid-19

Kementerian Keuangan dianggap masih menggunakan pola lama yang tidak memasukkan unsur pandemi. Untuk itu, Kemenkeu bersama jajaran ekonomi seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diminta bisa duduk bersama dan membuat skema terbaik penyelamatan ekonomi nasional.

“Apakah mekanisme dana penempatan yang saat ini itu adalah satu-satunya cara kita untuk mengatasi permasalahan ekonomi akibat dari Covid-19," ujar anggota Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, Rabu 1 Juli 2020.

Harvey Moeis Klaim Dana CSR Smelter Swasta Dipakai untuk Bantuan COVID-19

Baca juga: Jokowi Minta Polri Adil Tangani Hukum Sehingga Dipercaya Masyarakat

Dalam penjelasannya saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Selasa kemarin, Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah menempatkan dana tahap pertama Rp30 triliun pada empat bank Himpunan Bank Negara atau Himbara, yakni Mandiri, BRI, BNI dan BTN dengan bunga sebesar 3,42 persen. Tujuan penempatan dana negara itu adalah mengakselerasi pemulihan ekonomi dan sektor riil melalui dukungan likuiditas perbankan. 

Jangan Tertipu! Waspada Penipuan Berkedok Lowongan Kerja Remote, Ini Ciri-Cirinya

Hanya saja pola itu menurut legislator Partai Golkar itu, tidak menyelesaikan masalah yang ada. Pria yang pernah menjadi PNS di Direktorat Jenderal Pajak itu menilai, cara-cara Menkeu Sri Mulyani itu adalah sama persis dengan cara menangani krisis global pada 2008 lalu. Padahal, menurutnya, krisis yang terjadi saat ini, akibat pandemi Covid-19, tentu sangat jauh berbeda dengan yang dulu. Maka tidak boleh diterapkan kebijakan yang sama.

Dia mengingatkan pesan Presiden Jokowi pada rapat kabinet paripurna itu bahwa sense of crisis dalam situasi sekarang harus dimiliki oleh seluruh anggota Kabinet Indonesia Maju. Apalagi, tim ekonomi pemerintah yang dalam kondisi krisis saat ini tidak bisa dianggap seperti krisis-krisis sebelumnya.

"Dalam pidato itu, Presiden sudah mengatakan krisis, krisis dan krisis. Saya catat kalau tidak salah Presiden bicara krisis itu, antara kalimat itu ada 12 atau 14 kali,” kata Misbakhun.

Lanjutnya, data OJK memperlihatkan rasio NPL gross pada Mei lalu naik menjadi 3,01 persen. Artinya, kata dia, pandemi Covid-19 telah menimbulkan masalah ekonomi lebih serius dibanding kondisi krisis keuangan global 2008 lalu. 

"Kalau kita lihat sekarang dengan eskalasi masalah yang lebih serius, saya melihat dan belajar dari modelling negara-negara lain untuk menyelesaikan. Mereka menyelesaikan krisis akibat pandemi itu dengan not a single policy," kata Misbakhun.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya