LPS Peringatkan Rentannya Risiko Likuiditas Bank-bank Kecil

Seorang nasabah keluar dari sebuah bank swasta yang dijamin Lembaga Penjamin Simpan (LPS), di Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Audy Alwi

VIVA – Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS, Didik Madiyono memastikan, meskipun hantaman wabah covid-19 bagi perekonomian nasional cukup telak, namun industri perbankan nasional nyatanya masih memiliki bantalan yang cukup kuat dalam menghadapi gejolak dan dinamikanya.

COVID-19 di Jakarta Naik Lagi, Total Ada 365 Kasus

Meski demikian, Didik juga memperingatkan bahwa secara individual, khususnya bagi bank-bank kecil, terdapat kerentanan pada aspek risiko terkait daya tahan likuiditas dalam rentang waktu jangka panjang.

"Maka dari itu, kita harus mewaspadai adanya risiko segmentasi likuiditas yang mulai menunjukkan tendensi peningkatan," kata Didik dalam telekonferensi, Selasa 23 Juni 2020.

Kasus COVID-19 di DKI Jakarta Naik Sejak November 2023

Sumber dari timbulnya segmentasi likuiditas ini, diakui Didik bisa saja berpotensi timbul dari adanya risiko penurunan dana pihak ketiga (DPK). Hal itu belum termasuk adanya kemungkinan penurunan arus kas (cash inflow), di tingkat bank secara individual.

Didik menjelaskan, peningkatan risiko itu dipicu pemburukan kualitas kredit dan likuiditas, yang dapat meluas dan mempengaruhi sisi pendanaan, pendapatan, serta biaya.

Pakar Imbau, Waspadai Pandemi Disease X, Mematikan Dibanding COVID-19

Namun, di sisi lain, rendahnya pertumbuhan kredit akan mempengaruhi pendapatan bunga, dan meningkatnya risiko kredit akan meningkatkan kewajiban pencadangan bank.

"Secara individual, dampak kondisi pemburukan ekonomi bervariasi dan berbeda-beda, tergantung daya tahan masing-masing bank," kata Didik.

"Kualitas kredit ke depannya perlu dicermati sebagai sebuah kerentanan lain, yang dapat memburuk dengan cepat jika pandemi virus corona ini terus berkepanjangan dan proses pemulihan ekonomi berjalan lambat," ujarnya.

Diketahui, data LPS menunjukkan bahwa rasio credit at risk perbankan pada April 2020 telah mencapai 14,8 persen, atau naik dibandingkan posisi Maret 2020 yang mencapai 11,4 persen.

Rasio credit at risk ini merupakan gabungan kredit bermasalah (NPL), kredit dengan kolektabilitas dua dan restrukturisasi kredit sehingga dianggap kredit lancar atau kolektabilitas satu. Hal ini didorong oleh peningkatan credit at risk di bank-bank besar yang pada April 2020 meningkat cukup tajam sebesar 16,36 persen.

Presiden Jokowi dicek kesehatan sebelum divaksinasi booster COVID-19 tahap dua

Bertarung Pulihkan Pandemi, Jalan Terjal Pemerintah Indonesia Bangkit dari Belenggu COVID-19

Lantas bagaimana jejak perjalanan mewabahnya virus mematikan Sars-CoV-2 tersebut, hingga langsung memunculkan situasi pandemi yang mencekam di Tanah Air?

img_title
VIVA.co.id
2 Oktober 2024