Kemajuan Energi Terbarukan RI Masih Terbatas di Sektor Kelistrikan
- ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
VIVA – Laporan Status Energi Terbarukan Global 2020 yang dirilis komunitas global pelaku energi terbarukan, REN21 menyebut, laju pertumbuhan energi terbarukan di sektor pemanasan, pendinginan, dan transportasi, saat ini masih terlalu kecil. Sementara secara global, Indonesia berkontribusi pada produksi biodiesel dan pembangkit panas bumi.
Baca Juga: Tagihan Listrik Bengkak, Ini Janji Dirut PLN ke Pelanggan
Direktur Eksekutif REN21, Rana Adib mengakui, pertumbuhan energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan memang mengesankan selama lima tahun terakhir. Sebab, data REN21 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, harapan mengenai energi terus meningkat dan membuat kemajuan.
"Namun di saat bersamaan, arah menuju bencana iklim juga terus berlanjut, kecuali bila ada langkah konkret untuk segera beralih ke energi yang efisien dan terbarukan di semua sektor setelah pandemi covid-19," kata Rana dalam keterangannya, Rabu 17 Juni 2020.
Secara global, produksi biodiesel tercatat meningkat sekitar 13 persen, di mana saat ini Indonesia menjadi produsen biodiesel terbesar di dunia mengambil alih posisi Amerika Serikat yang produksinya turun sekitar tujuh persen.
Selain itu, Indonesia juga meluncurkan mandat untuk mencampur biodiesel 30 persen dalam bensin atau B30, yang merupakan bauran wajib tertinggi di dunia.
Sementara untuk pembangkit panas bumi, diperkirakan ada 0,7 GW kapasitas baru yang sudah mulai beroperasi pada 2019, menjadikan total global sekitar 13,9 GW. Seperti pada 2018, Turki dan Indonesia memimpin dengan instalasi baru, diikuti oleh Kenya yang juga bersama-sama menjadi tiga negara yang mewakili tiga perempat instalasi baru secara global.
"Tahun demi tahun kami melaporkan keberhasilan demi keberhasilan di sektor energi terbarukan yang mengalahkan bahan bakar lain, dalam hal pertumbuhan dan daya saing," ujar Rana.
Meski demikian, Rana memastikan laporan pihaknya juga mengirim sinyal peringatan yang jelas, bahwa kemajuan di sektor kelistrikan hanya bagian kecil dari situasi yang sesungguhnya. Karena, jika tidak mengubah seluruh sistem energi yang ada, hal itu menurutnya sama saja dengan menipu diri sendiri.
Laporan REN21 menunjukkan, keberhasilan energi terbarukan di sektor kelistrikan tidak dibarengi dengan kesuksesan di sektor lain seperti pemanasan, pendinginan, dan transportasi. Apalagi, hambatannya masih hampir sama dengan kondisi di 10 tahun silam.
"Kita harus berhenti memanaskan rumah kita dan mengendarai mobil kita dengan bahan bakar fosil," kata Rana.
Setelah penurunan ekonomi yang luar biasa akibat covid-19, International Energy Agency (IEA) memperkirakan bahwa emisi CO2 terkait energi akan turun hingga delapan persen pada 2020. Tapi, emisi 2019 tetap merupakan yang tertinggi yang pernah ada, dan penurunan akibat pandemi itu diyakini hanya sementara.
Sementara, lanjut Rana, untuk memenuhi target Perjanjian Paris, membutuhkan penurunan emisi tahunan setidaknya 7,6 persen selama 10 tahun ke depan.
"Sekalipun kebijakan lockdown berlanjut selama satu dekade, perubahan itu tidak akan cukup. Dengan sistem dan aturan pasar saat ini, dibutuhkan komitmen dunia selamanya untuk mendekati sistem tanpa karbon," ujarnya.