Banyak Manuskrip Islam Pakai Aksara Pegon, RI Akan Digitalkan ke Dunia
- Istimewa
VIVA – Aksara Pegon atau abjad Arab kini mulai tak dikenal generasi milenial di Indonesia. Abjad Arab yang dimodifikasi tersebut biasanya untuk menuliskan bahasa Jawa, Madura dan Sunda.
Kata Pegon sendiri berasal dari kata dalam bahasa Jawa, pégo yang berarti "menyimpang". Dikatakan menyimpang karena bahasa Jawa yang ditulis dalam huruf Arab merupakan sesuatu yang dianggap tidak lazim.
Dan guna memasyarakatkan kembali aksara Pegon Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) berencana mendaftarkan Nama Domain Beraksara Pegon ke Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN).
Ketua PANDI, Yudho Giri Sucahyo menjelaskan latar belakang pendaftaran Aksara Pegon ke ICANN sebagai Internationalized Domain Name (IDN) adalah karena Aksara tersebut erat kaitannya dengan Indonesia, yang mayoritas muslim.Â
"Aksara Pegon ini adalah sebuah Aksara yg digunakan secara luas di kalangan umat muslim Indonesia, khusus-nya masih diajarkan dan digunakan di komunitas pesantren," ungkap Yudho, Selasa 16 Juni 2020.
Dukungan LESBUMI PBNU dan Komunitas
Sementara itu, rencana untuk meng-IDN kan Aksara Pegon ini mendapat dukungan dari Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (LESBUMI) yang berada di bawah naungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).Â
Sebelumnya, LESBUMI pernah menerbitkan secara resmi "Saptawikrama" ke dalam 13 aksara dan lima bahasa daerah termasuk, Jawa, Sunda, Batak, Rejang, Bugis, Kawi, dan Pegon.Â
"Saptawikrama adalah tujuh strategi kebudayaan yang merupakan pijakan LESBUMI dalam memajukan kebudayaan dan kesenian di Indonesia," jelas Ketua LESBUMI, Agus Sunyoto.
Agus berpandangan langkah PANDI membumikan lagi aksara Pegon cukup baik, sebab banyak Manuskrip Islam Nusantara yang ditulis dalam aksara Arab Pegon. Selain itu, literatur kitab-kitab di pesantren juga menggunakan aksara Arab Pegon.
"Bahkan makalah dan tulisan lepas santri juga banyak yang menggunakan Pegon, Ribuan Koleksi Manuskrip LESBUMI PBNU juga banyak yang menggunakan Aksara Arab Pegon," ungkapnya.
Untuk itu, lanjut Agus, di era digital ini, ada banyak langkah dan cara untuk mengimbangi perkembangan zaman. Peran Pondok Pesantren, Kyai dan Santri khususnya di dalam Pendidikan dan Kebudayaan dari dulu hingga saat ini tetap berjalan beriringan bahkan mandiri.Â
"Itulah bukti nyata peran NU di dalam mencerdaskan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Sejalan dengan Strategi Kebudayaan LESBUMI Saptawikrama juga mengarah kepada literasi publik tentang khasanah Islam Nusantara. Saya harap LESBUMI mengapresiasi langkah PANDI dan berperan aktif di dalamnya," ujarnya.