Logo BBC

Kisah Pelaut India Diculik Bajak Laut di Perairan Nigeria

Ia selalu muncul setiap empat atau lima hari dan dengan tenang merokok marijuana di depan sandera. Ia mengatakan Kapt Christos masih tidak menuruti permintaannya dan ini akan membuahkan konsekuensi. Sang Raja bicara dengan hati-hati, dengan Bahasa Inggris yang lebih baik ketimbang anak buahnya. Setelah berminggu-minggu disandera, para pelaut menjadi kurus; mata mereka kuning pucat dan urin mereka kadang berdarah. Setiap Sang Raja datang, sepertinya nasib mereka akan sama seperti tengkorak yang diangkat para bajak laut dari lumpur.

Apa yang terjadi kemudian lebih aneh. Sampai detik ini, pembajakan Apecus sepertinya hanyalah penculikan biasa untuk uang tebusan. Namun pada akhir Mei, beberapa peristiwa yang terjadi menunjukkan bahwa ini bukanlah penculikan biasa. Tapi para sandera yang terluka dan bernanah di rawa delta tidak tahu akan hal ini.

Angkatan laut Nigeria telah terang-terangan menuding perusahaan tanker minyak itu terlibat dalam pengangkutan minyak mentah curian dari Delta Nigeria ke Ghana. Serangan ke Apecus dan penculikan krunya, menurut angkatan laut, sebenarnya karena adanya perdebatan antara dua kelompok kriminal. Ada beberapa yang telah ditahan. Manager perusahaan kapal di Nigeria rupanya mengaku bahwa ia terlibat dalam perdagangan minyak ilegal.

Kapt. Christos, pemilik kapal, rupanya menyanggah ini. Dalam surat elektronik yang dilihat oleh BBC, ia menyalahkan pemerintah India lantaran angkatan laut Nigeria menyita kapal-kapal dan krunya untuk memaksanya "bernegosiasi dengan teroris" dan membayar uang tebusan dalam "jumlah besar." Pemerintah India menyangkal versi ini. Angkatan Laut Nigeria menolak berkomentar.

Situasi ini genting bagi para sandera. Namun tudingan tersebut --yang berisiko terhadap operasi tanker milik Kapt. Christos di Nigeria--sepertinya sukses memaksanya bernegosiasi dengan para bajak laut. Keluarga Sudeep akhirnya mendapat kabar dari seorang pejabat pemerintahan pada 13 Juni bahwa negosiasi pembebasan telah usai dan uang tebusan akan dibayarkan. Di saat yang bersamaan, para sandera diberitahu bahwa mereka akan segera bebas.

Pada 29 Juni 2019, para sandera bangun seperti biasa dan melakukan ritual normal mereka selama 70 hari terakhir. Sebelum siang, setelah menyerahkan mangkok mie yang sudah kosong, salah satu penjaga memanggil Sudeep dan berbisik bahwa jika segalanya berjalan sesuai rencana, ini adalah hari terakhirnya di hutan tersebut. Dua jam kemudian, seorang pembajak datang membawa kabar: orang yang membawa uang tebusan tengah menuju ke sana.

Seorang pria asal Ghana yang terlihat lemah dan berusia sekitar 60-an tahun mendekati hutan sore itu dengan sebuah kapal. Ia terlihat gugup membawa tas plastik tebal berisi dolar Amerika Serikat yang dapat dilihat dari luar. Ia tidak terlihat seperti negosiator handal. Beberapa menit setelah ia tiba, terlihat ada sesuatu yang janggal. Sekelompok bajak laut lalu memukuli pria tua tersebut. Sang Raja, berteriak soal uang tebusan yang kurang, menusuk kaki pria tersebut dengan pisau kecil yang disimpan di ikat pinggangnya. Pria itu merintih kesakitan di tanah berlumpur di hutan. Ia lalu mendekati para sandera dan bilang bahwa mereka bebas, sementara pria asal Ghana itu akan tinggal di sana. Anak buahnya tidak akan menghentikan mereka, tapi jika kelompok bajak laut lain menculik mereka, ia tidak akan berbuat apa-apa. Ia lalu melihat Sudeep sambil mengatakan: "selamat tinggal."

Para sandera langsung lari. Mereka lari ke pinggiran delta, di mana perahu nelayan yang mereka naiki dulu bersandar. Sudeep bilang ke supir perahu untuk membawa mereka ke tempat asal. Setelah lebih dari dua bulan disandera, ia masih memakai pakaian dalamnya, meski bajak laut telah memberinya sebuah kaos sobek. Perahu itu bergoyang-goyang ketika meninggalkan hutan.

Setelah lebih dari empat jam, supir mengatakan ia kehabisan bahan bakar dan berhenti di sebuah dermaga. Dari kejauhan, di pinggiran sebuah desa kecil, sekelompok pria bermain sepak bola tanpa alas kaki. Pelaut yang kecapekan itu pun mendekati mereka. Setelah menjelaskan bahwa mereka telah diculik, mereka dibawa ke sebuah rumah dan diberi botol air minum yang mereka habiskan saat itu juga. Tiga penduduk desa yang bertubuh paling besar menjaga para pelaut di luar rumah warga tempat mereka berlindung malam itu. Kru kapal dari India tersebut akhirnya merasa aman, walaupun masih lemah. "Sepertinya Tuhan sendiri yang menunjuk mereka menjadi penyelamat kami," kata Sudeep kemudian.

Para kru dengan segera berada di Lagos yang sibuk, menunggu pesawat ke Mumbai. Untuk pertama kalinya sendiri di kamar hotelnya, Sudeep menengguk bir dingin, mengisi bak mandi, dan memeriksa luka-lukanya. Seorang bajak laut membacok bahunya dengan pisau ikan beberapa hari sebelumnya, yang masih terasa sakit saat ia berbaring ke dalam bak mandi berisi air panas. Seorang diplomat India memberinya satu bungkus rokok dan ia menghabiskan 12 batang dalam satu jam ke depan, sambil menatap langit-langit kamar seiring dengan mendinginnya air bak mandi.

Delapan bulan telah berlalu setelah mereka bebas. Suniti, memakai sari berwarna kuning, duduk di lantai dapur, menggiling chapati atau roti di atas papan kayu bundar. Suaminya duduk beberapa meter darinya, menonton tim kriket India melawan Selandia Baru di TV.

"Sudeeeeeeeep!" pekik Suniti, memanggil putranya untuk turun ke bawah dan makan, meskipun itu terdengar seperti teriakan khawatir, seakan-akan ia memastikan bahwa putranya masih ada di rumah. Ia kehilangan 20 kilogram selama disandera di hutan selama 70 hari dan pipinya tirus. Ibunya menimbangkan setiap beberapa hari sekali di bulan pertama ia kembali ke India, dan ia merasa senang jika berat Sudeep bertambah.