Kisah Pelaut India Diculik Bajak Laut di Perairan Nigeria
Kru kapal asal India lalu memutuskan untuk bersembunyi di ruang penyimpanan berukuran kecil, di mana mereka menunduk di antara lampu, kabel, dan peralatan elektrik lainnya, sembari mencoba mengatur nafas mereka karena panik. Bajak-bajak laut itu dengan segera berkeliaran di kapal, suara mereka menggema, menimpali desingan rendah mesin-mesin kapal. Para pelaut gemetar tapi tetap mencoba sunyi. Banyak kapal yang berlayar di Teluk Guinea menyisihkan investasinya untuk membangun ruang aman dengan dinding anti peluru di mana kru kapal dapat berlindung jika situasi ini terjadi. Apecus tidak memiliki ruangan seperti itu. Para pelaut mendengar langkah-langkah mendekati mereka dan pintu bergeser terbuka.
Berdiri.
Para bajak laut menembakkan senapannya ke arah lantai dan sebuah fragmen peluru mengenai kaki kiri Sudeep, hanya satu inci dari tulang. Pembajak lalu menggiring pelaut keluar dan naik ke atas dek. Mereka tahu mereka harus bergerak dengan cepat. Kapten telah mengumumkan panggilan darurat dan suara tembakan mungkin terdengar oleh kapal lain.
Para penyerang lalu memerintahkan kru dari India untuk turun tangga dan naik ke kapal cepat, dengan dua mesin untuk meningkatkan kecepatannya, yang menanti di luar kapal. Chirag, kru berusia 22 tahun yang gampang gugup karena ini adalah pekerjaan pertamanya di lautan, adalah kru pertama yang menaati perintah mereka. Kru yang lain mengikutinya, termasuk kapten, karena ditodong senjata para bajak laut.
Enam sandera, yang terdiri dari lima warga negara India dan satu warga Nigeria, jongkok dengan tidak nyaman di kapal yang penuh penumpang itu, yang lalu pergi menjauhi Apecus. Kru yang tersisa, termasuk satu orang asal India yang sukses bersembunyi, muncul ke dek. Mereka melihat bajak laut pergi ke arah delta bersama sandera yang matanya ditutup kain. Mereka meninggalkan Apecus, yang mengapung di tengah laut.
Pesan dari agen kapal diterima tengah malam.
Tuan yang terhormat, kapal Sudeep telah dibajak. Pemilik kapal dari Yunani telah berkoordinasi soal ini. Jangan panik. Sudeep akan baik-baik saja. Tolong sabar.
Pradeep Choudhury dan istrinya Suniti membaca pesan itu sembari duduk di tempat tidur mereka. Mereka terguncang membaca pesan yang seperti asal-asalan itu. Mereka baru bicara dengan putranya beberapa jam yang lalu. Pradeep lalu mengirim pesan itu ke anggota keluarga yang lain dan teman-teman dekat Sudeep. Benarkah pesan ini? Ada yang mendengar kabar dari putranya?
Mereka yang mengenal Sudeep akan mengatakan bahwa ia dulu nakal ketika kecil. Ia selalu bertingkah, selalu ingin ke luar rumah untuk bertualang. Orang tuanya, terutama ibunya, akan terus khawatir soal Sudeep. Sebagian besar hidup Sudeep dihabiskan di Bhubaneswar, kota kecil di negara bagian Odisha di pesisir timur India. Kota ini jauh dari pusat kekuasaan dan pengaruh di India-- yang terletak di Delhi, Mumbai dan Bangalore--tapi keluarga Choudhury dapat hidup dengan nyaman dengan penghasilan yang didapatnya dari toko fotokopi kecil di depan rumah mereka.
Di trotoar yang ramai dekat rumah mereka di tengah Bhubaneswar, wajah dewa-dewi Hindu dapat dilihat di kuil-kuil berukuran sedang. Sebelum ia berlayar ke Afrika, Sudeep tidak terlalu percaya dengan segala bentuk Tuhan. Hidup akan berjalan sesuai dengan keinginannya dan Bhagyashree. Mereka bertemu saat keduanya remaja. Bhagyashree sekarang bekerja sebagai insinyur perangkat lunak. Jika dilihat, ia sepertinya populer di sekolah.
Pasangan ini mewakili anak muda India yang aspirasinya tidak hanya sekedar membangun keluarga tradisional yang stabil, yang didambakan generasi orang tua mereka dulu. Ada puluhan juta orang seperti mereka di India, yang telah memperoleh gelar dan sertifikat pendidikan namun siap kerja di tengah kelambanan ekonomi dan bersaing dengan banyak lulusan lainnya, yang jumlahnya melebihi lapangan pekerjaan bergaji layak yang tersedia.
Bagi Sudeep, bekerja bagi sebuah kapal menjanjikan pelarian dari semua masalah tersebut. Ia tertarik setelah mendengar kisah gaji besar, banyaknya lapangan kerja, dan kesempatan untuk melihat dunia. Ia tidak sendiri. Pelaut asal India merupakan kru kapal terbesar ketiga di dunia setelah pelaut dari Filipina dan Indonesia. Mereka bekerja sebagai pekerja dek, tukang masak, pekerja mesin, dan petugas kapal. Sekitar 234,000 warga India bekerja dengan kapal berbendera asing tahun lalu.