Apakah kita Kembali Berjabat Tangan Bila Wabah Virus Corona Berlalu?
Bulan April lalu, Dr Anthony Fauci, anggota tim satgas penanganan virus corona Gedung Putih menyatakan, “menurut saya, kita tak akan berjabat tangan lagi”.
Menurutnya ini tak hanya mencegah penyebaran virus corona, tapi juga bisa menekan angka penyakit lain, seperti influenza.
Panduan jaga jarak juga mungkin akan lama diberlakukan, khususnya bagi kelompok rentan seperti orang tua dan orang berpenyakit seperti penyakit paru, obesitas dan diabetes.
Ini akan menciptakan “distopia fiksi ilmiah” di mana masyarakat terbelah dua: antara mereka yang bisa bersentuhan dan mereka yang tetap harus terisolasi, kata Dr Stuart Wolf dari Dell Medical.
Katanya lagi, ini akan membawa konsekuensi psikologis yang besar.
“Kita sudah menempatkan orang muda dalam posisi utama di masyarakat. Pembatasan artifisial seperti itu akan berdampak besar terhadap orang-orang”.
Dorongan untuk bersalaman itu sudah mendalam pada diri kita. Ini jadi alasan mengapa Presiden AS diperkirakan bisa bersalaman dengan sekitar 65.000 orang per tahun.
Banyak pilihan untuk salam nirkontak. Membungkuk, misalnya, sudah dipraktikkan di banyak tempat dan dianggap menyumbang kematian akibat Covid-19 lebih sedikit di Thailand. Juga ada melambai, tersenyum dan berbagai cara lain.
Namun menurut Prof Legare, ironi dari Covid-19 adalah: saat orang dihadapkan dengan keadaan yang penuh tekanan justru manusia butuh sentuhan sesama.