Mengapa Dampak Virus Corona Lebih Parah di Negara-negara Barat?
Korea Selatan, Singapura dan Hong Kong, yang sempat sukses dianggap memerangi penyebaran COVID-19, memiliki satu kesamaan: pengujian yang ketat dan penelusuran kontak.
Ada satu tahap di mana Korea Selatan memiliki jumlah kasus tertinggi di luar China, tetapi negara itu berhasil mengendalikan penyebaran dan sedang menguji hampir 20.000 orang per hari pada pertengahan Maret.
Korea Selatan juga telah mendirikan pusat pengujian dengan metode "drive-through" dan memberlakukan teknologi pelacakan digital, termasuk rekaman CCTV, transaksi kartu kredit, dan data lokasi smartphone, untuk memantau pasien yang potensial terjangkit.
Serupa dengan Korea Selatan, strategi peredaman wabah di Singapura juga melibatkan pengujian kontak orang yang terinfeksi, yang memungkinkan negara pulau itu untuk mengidentifikasi banyak kasus tanpa gejala.
Tingkat kematian Singapura juga berkisar 0,1 persen, yang menurut Profesor Ooi disebabkan oleh proses penyaringannya.
"Alasan mengapa tingkat fatality di Singapura rendah bukan karena kami lebih sehat atau bugar ... tetapi faktanya adalah kami mendeteksi lebih banyak kasus," jelasnya.
Namun, ia juga mengakui bahwa "Singapura tidak melakukan segalanya dengan benar", karena kasus-kasus di negara ini baru-baru ini meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi sekitar 11.200, dengan banyak dari mereka yang baru terinfeksi adalah pekerja migran yang tinggal di asrama.
Komuter di Malaysia sedang menunggu transportasi untuk menuju Singapura beberapa jam sebelum Malaysia menerapkan lockdown, 17 Maret 2020. (Reuters: Edgar Su)
Sebaliknya, Inggris memiliki tingkat pengujian yang relatif rendah yaitu 8.200 per juta populasi atau kira-kira setengah dari Singapura yang melakukan 16.203 tes per sejuta orang, menurut Worldometer, sebuah situs web yang mengumpulkan statistik coronavirus.