Mengapa Dampak Virus Corona Lebih Parah di Negara-negara Barat?
Amerika Serikat, Italia, Spanyol, Perancis, dan Britania Raya telah mengambil alih posisi China dengan jumlah kasus dan angka kematian akibat virus corona tertinggi dunia. Hingga akhir pekan kemarin telah merengut nyawa lebih dari 100.000 orang di Eropa dan hampir 55.000 di Amerika Serikat.
Selain China, tidak ada lagi negara Asia yang menempati daftar 15 negara dengan kasus terbanyak, menurut catatan John Hopkins University.
Namun, beberapa pihak juga meragukan keakuratan data angka kematian di China, terutama sejak Pemerintah China merevisi angka kematian akibat COVID-19 di kota Wuhan sebesar kira-kira 50 persen, menjadi 3.869 orang pekan lalu.
Kebanyakan negara-negara Barat telah dianggap tidak mengantisipasi seberapa parah virus corona bisa menyerang mereka. Inilah beberapa alasannya.
Negara Barat tidak menduga akan ada krisis
Masyarakat berkumpul dalam protes untuk mengaktifkan kembali bisnis di Utah, Salt Lake City, 18 April 2020. (AP: Rick Bowmer)
Para ahli kesehatan mengatakan, cara sebuah negara dan penduduknya merespon pandemi dibentuk oleh beberapa faktor, yakni faktor budaya, bentuk pemerintahan, dan pengalaman sebelumnya.
China, Taiwan, dan Singapura telah berpengalaman berhadapan dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome atau Penyakit Sistem Pernafasan Akut) pada tahun 2003, sementara Korea Selatan sudah pernah mengalami wabah MERS (Middle East Respiratory Syndrome) pada taun 2015.
Gary Slutkin, ahli epidemiologi asal Amerika Serikat dan mantan staf organisasi kesehatan dunia WHO mengatakan kepada ABC bahwa negara-negara di Asia sangat berorientasi dan belajar dari pengalaman, sehingga mereka telah mempersiapkan diri untuk merespon kemungkinan virus yang serius di masa mendatang.