Nasib WNI di Kota-kota Dunia dengan Jumlah Kasus Corona Tertinggi
"Mungkin karena ini sekolah publik ada anak-anak dari keluarga yang tidak mampu, pemberian makanan ini masih terus dilakukan pihak sekolah," Olin menjelaskan.
Kekhawatiran Olin justru lebih soal suaminya, karena Hendy bekerja di salah satu bank BUMN Indonesia di New York yang masih harus pergi ke kantor satu kali seminggu.
Hendy bekerja di salah satu bank BUMN Indonesia di New York dan tetap harus ke kantor seminggu sekali. (Koleksi pribadi)
"Setiap mau keluar rumah, saya ingatkan, jangan lupa pakai ini-itu, semprot disinfektan. Begitu balik [ke rumah] juga jaket dicopot dulu, disemprot-semprot lagi, mandi dulu, baru makan," kata Olin kepada Hellena Souisa dari ABC Indonesia.
Sementara untuk mengatasi kebosanan di rumah karena kondisi "pause" di New York, Hendy dan Olin melakukan banyak kegiatan, termasuk yang mereka tidak pernah lakukan sebelumnya.
"[Karena] enggak tahu lagi mau ngapain, kami bertiga senam di depan televisi dengan panduan YouTube ... kami ber-zumba bertiga dengan baju olahraga lengkap," tutur Olin, yang mengaku sebelumnya ia tidak suka berolahraga.
Tetapi karena pemberitaan tentang situasi corona di New York, Olin dan Hendy harus sering menenangkan orangtua dan keluarga di Indonesia yang mengkhawatirkan keadaan mereka.
Tinggal tanpa keluarga di negeri orang, membuat Hendy dan Olin rindu bersilaturahmi dengan sesama umat muslim asal Indonesia, terutama menjelang bulan Ramadan dan saat lebaran nanti.
Kini mereka juga merisaukan potensi meningkatnya tindakan kriminalitas di New York, karena naiknya jumlah pengangguran.
Akhir pekan kemarin, ribuan warga Amerika Serikat turun ke jalan melakukan unjuk rasa dengan tuntutan segera dibukanya kembali pusat-pusat dan kegiatan ekonomi, karena mereka telah merasakan dampaknya.
Italia: "Seperti dalam mimpi"
Marlina dan suaminya, Eriberto beserta putranya, Romeo Raja tinggal di kota Verona, Italia. (Koleksi pribadi)
Sebelum Spanyol, Italia sempat menjadi pusat penyebaran virus corona di daratan Eropa, dengan jumlah pasien COVID-19 yang meninggal 23.000 dari 178.000 kasus virus corona, hingga akhir pekan kemarin (19/04).