Waspada Surplus Perdagangan Saat Corona, Pertanda Buruk ke Sektor Riil
- ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
VIVA – Kementerian Keuangan mengingatkan dampak negatif dari neraca perdagangan Indonesia yang mengalami surplus pada Kuartal I-2020, akibat anjloknya kinerja impor. Kondisi itu berpotensi menjadi tanda jatuhnya kinerja produksi industri dalam negeri.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan, itu karena impor yang mengalami kejatuhan cukup dalam pada Kuartal I-2020 berasal dari jenis impor bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan industri untuk berproduksi.
"Ini pertanda buruk bagi sektor riil artinya sektor riil sedang mengurangi aktivitas mereka dan akan diterjemahkan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat," tutur dia saat telekonferensi, Senin, 20 April 2020.
Dia menilai, penurunan aktivitas industri tersebut tentu akan memperlambat kinerja ekonomi Indonesia secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi diharapkan tidak akan jatuh lebih jauh dari 2,3 persen, padahal pertumbuhan sebelumnya mampu naik meski stagnan di kisaran atas lima persen.
"2021 Kita lihat akan juga rebound tapi itu tergantung dengan yang terjadi pada 2020 seberapa dalam krisisnya apakah kita bisa menahan 2,3 persen atau jangan-jangan lebih rendah dari itu. Risiko itu tetap ada dan itu sedang kita usahakan untuk dihindari," tegasnya.
Karena itu, dia menekankan, pemerintah tengah mempersiapkan berbagai kebijakan stimulus tambahan untuk mencegah semakin melemahnya ekonomi akibat wabah virus corona Covid-19. Kebijakan itu akan memperluas stimulus fiskal sebelumnya yang sudah dikeluarkan sebelumnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa neraca perdagangan Indonesia pada Kuartal I-2020 mengalami surplus US$2,6 miliar. Itu karena ekspor mampu tumbuh 2,9 persen sedangkan impor mengalami kontraksi hingga 3,7 persen.