Benarkah Iran Manfaatkan Pandemi Corona untuk Program Nuklir?
- dw
Iran saat ini menghadapi dua krisis. Sanksi yang memutus akses Iran dari pasar global, telah membuat ekonomi negara itu bertekuk lutut. Iran juga menghadapi bencana kesehatan masyarakat akut imbas epidemi virus corona yang terus menyebar.
Beberapa ahli bahkan memperkirakan COVID-19 berpotensi membunuh sebanyak 3,5 juta orang di Iran.
Namun, terlepas dari adanya belenggu keadaan ekstrem ini, Iran tampaknya tetap melanjutkan program nuklirnya.
Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka sedang mengembangkan alat pemisah (centrifuge) yang lebih canggih untuk pengayaan uranium, jauh melampaui level yang diizinkan oleh kesepakatan nuklir 2015 atau Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).
Pada Mei 2018 lalu, Amerika Serikat (AS) mundur dari perjanjian itu dan memutuskan penerapan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran dan mitra dagangnya. Sebagai tanggapan, Iran mengatakan bahwa negaranya tidak akan lagi mematuhi batasan-batasan pengembangan nuklir yang tertuang dalam kesepakatan itu.
Sanksi AS menyulitkan Iran dalam mengimpor barang-barang yang dibutuhkan, termasuk peralatan medis. Bank tidak bersedia membiayai transaksi perdagangan yang berhubungan dengan Iran karena khawatir terkena denda dari AS.
Untuk mengatasi hal ini, trio Eropa yaitu Prancis, Jerman dan Inggris akhirnya mendirikan INSTEX, atau Instrumen untuk Mendukung Pertukaran Perdagangan. Ini menjadi semacam mekanisme pembiayaan “jalur belakang” yang memungkinkan perusahaan-perusahaan Eropa melakukan bisnis dengan Iran, dan menghindari sanksi AS. Pada Selasa (01/04), INSTEX untuk pertama kalinya telah digunakan untuk memfasilitasi ekspor perangkat medis ke Iran.