RI Dikritik, Tarif Cukai Rokok Murah Padahal Bahaya ke Masyarakat
- U-Report
VIVA – Pemerintah telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini akibat buntut dari tekanan global yang lesu. Akibatnya, hampir semua sektor usaha tertekan, tak terkecuali industri produk tembakau alternatif yang mulai tumbuh di Indonesia.
Keadaan ini menambah tekanan kepada industri tersebut yang mana produknya juga sudah dikenakan tarif cukai tertinggi. Padahal, industri ini memiliki dampak yang relatif lebih rendah pada kesehatan dibandingkan industri rokok konvensional.Â
Partner of Tax Research & Training Services DDTC, Bawono Kristaji mengatakan produk tembakau alternatif di Indonesia saat ini dikenakan tarif cukai tertinggi sebesar 57 persen atau jauh berbeda dibandingkan tarif cukai rokok konvensional.
Hal inipun, lanjut Bawono, berbanding terbalik dengan beberapa negara seperti Inggris dan Korea Selatan. Di mana mereka memberlakukan tarif cukai produk tembakau alternatif seperti vape dan produk tembakau yang dipanaskan relatif lebih rendah.Â
"Indonesia perlu mengikuti langkah negara lain yang memberlakukan tarif cukai lebih rendah untuk produk tembakau alternatif, apabila memang produk alternatif ini terbukti lebih baik dan memiliki eksternalitas negatif lebih rendah," jelas Bawono dalam keterangannya, Jumat 3 April 2020.Â
Ia mengungkapkan, di Inggris otoritas kesehatan sudah mengkaji hal tersebut, dan mereka sepakat. Sementara di Indonesia, dunia medis sendiri masih belum punya kata sepakat atas produk alternatif yang diklaim punya risiko kesehatan rendah ini.Â
Itu sebabnya, ia mendorong adanya kajian berbasis bukti dari sisi kesehatan terkait risiko produk tembakau alternatif. Ini penting dilakukan sebagai dasar untuk tarif cukai yang lebih rendah untuk produk tersebut dan juga memberi kepastian berusaha.
Selain itu, jika tarif cukai produk tembakau alternatif tetap lebih tinggi dibandingkan rokok konvensional, menurut Bawono, akan ada beberapa dampak negatif yang muncul. Pertama, harga produk tembakau alternatif menjadi kurang terjangkau untuk konsumen, sehingga konsumen tetap mengonsumsi produk yang lebih berbahaya.
Kedua, tidak ada insentif yang mendorong pabrikan-pabrikan untuk berinovasi dan memproduksi produk tembakau alternatif yang lebih baik. Ketiga, maraknya produk tembakau alternatif ilegal karena produsen (pabrikan) tidak mau mendaftarkan diri karena cukainya begitu tinggi.