Benarkah Kita Bisa Tingkatkan Daya Tahan Tubuh untuk Cegah COVID-19?
"Panic buying" atau belanja secara berlebihan akibat kepanikan yang terjadi di Australia lebih fokus pada tisu toilet dan pembersih tangan. Tapi brokoli pun mulai langka setelah ada anggapan bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Benarkah demikian?
Sayuran hijau, suplemen, olahraga dan minum jus, kini banyak disebut-sebut sebagai penguat sistem kekebalan tubuh agar terhindar dari infeksi virus corona atau COIVD-19.
Tapi menurut Professor Marc Pellegrini, pakar penyakit menular di Australia, vaksin merupakan satu-satunya yang bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk mencegah infeksi.
"Vaksin meningkatkan kapasitas sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi, karena kita sengaja memaparkannya pada patogen yang kemudian akan dikenali," kata Prof Pellegrini dari Walter and Eliza Hall Institute kepada ABC.
Sampai sekarang belum ada vaksin yang bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan mencegah COVID-19.
Namun ia menjelaskan, orang dapat menjaga sistem kekebalan tubuhnya agar pada saat dibutuhkan mampu melawan infeksi.
Caranya? pola makan seimbang, olahraga teratur, dan tidur yang cukup.
Lantas bagaimana sistem kekebalan tubuh yang sehat itu bekerja, serta mengapa seseorang memiliki sistem kekebalan lebih baik daripada yang lain?
Kenali sistem kekebalan tubuh saat bertemu virus
Sistem kekebalan tubuh manusia terdiri atas berbagai jenis sel dan molekul, seperti antibodi.
Garis pertahanan pertama adalah apa yang dikenal sebagai sistem kekebalan tubuh bawaan.
Setiap sel dalam tubuh kita dipersiapkan untuk membuat interferon, yakni molekul antivirus, ketika mereka mendeteksi adanya penyusup.
"Sel-sel ini akan mulai membuat molekul antivirus bawaan sendiri yang akan menghentikan virus untuk bereplikasi," jelas Prof Pellegrini.
Respons bawaan ini langsung muncul, menghasilkan zat yang disebut sitokin, yang menyebabkan demam dan peradangan jaringan ketika sel-sel mulai mati.
"Itu mekanisme alami dari sel-sel ini, untuk melawan dan bunuh diri jika mereka sudah terinfeksi," ujarnya.
Ada juga sel darah putih, yang dikenal sebagai sel pembunuh alami, yang mendeteksi sel yang terinfeksi dan membunuhnya.
Garis pertahanan kedua terjadi dalam spektrum sel darah putih lainnya seperti monosit, makrofag dan neutrofil.
Sel-sel ini memantau lingkungan dan mencoba mengenali infeksi, kemudian melepaskan hormon kekebalan untuk menyiapkan sel-sel lain dari kemungkinan terinfeksi.
Lalu, garis pertahanan ketiga adalah sistem adaptif, yang membutuhkan beberapa hari untuk bekerja.
Pada tahap ketiga ini, sel darah putih seperti sel-T akan berusaha membunuh sel yang terinfeksi, dan sel-B akan menghasilkan antibodi yang dapat menetralisir virus atau melapisi mereka dengan zat sehingga mereka dapat dikenali oleh sel-T.
Yang jadi masalah dengan virus corona baru ini adalah kita tidak memiliki antibodi atau sistem kekebalan adaptif. Artinya, tidak ada garis pertahanan ketiga dalam tubuh kita.
Jika sistem kekebalan tidak dapat menghentikan replikasi virus, hal itu akan meningkatkan peradangan, terutama di paru-paru. Inilah yang menyebabkan viral pneumonia.
"Di sinilah pentingnya tubuh kita untuk tetap gesit. Dan yang tetap gesit dari sistem kekebalan kita adalah sistem bawaan."
Kenapa kekebalan sebagian orang lebih lemah?
Sistem kekebalan tubuh orang yang sangat tua dan orang yang sangat muda, diketahui lebih lemah daripada kebanyakan orang lain.
"Seiring bertambahnya usia, beberapa sel juga menua dan menjadi kurang gesit dalam kemampuan mereka untuk merespons infeksi," jelasnya.
Biasanya bayi dan anak-anak memiliki risiko lebih besar karena sistem bawaan belum matang, namun hal itu tampaknya tidak terjadi pada COVID-19.
Orang yang mengidap penyakit atau memakai obat yang menekan sistem kekebaln tubuh juga kurang gesit.
Misalnya mereka yang memiliki kondisi autoimun seperti rheumatoid arthritis, penderita kanker yang menjalani kemoterapi dan mereka yang memiliki transplantasi organ.
Apa menekan sistem kekebalan tubuh kita?
Jika tubuh kita sedang melawan infeksi, kondisi seperti penyakit jantung, penyakit paru-paru dan diabetes juga dapat menambah beban pada kemampuan tubuh untuk bertahan dan berfungsi.
"Ini bukan berarti semua penyakit serius dari COVID-19 disebabkan oleh orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang tidak kompeten," jelas Prof Pellegrini.
"Tapi hal ini tertutupi oleh mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh normal, dengan paru-paru atau jantung yang rusak sehingga tidak bisa mengatasi tekanan dari mengalami infeksi," katanya.
Misalnya, jika jantung tidak memiliki kemampuan untuk mengirimkan oksigen ke tubuh, maka jantung akan berdetak lebih keras, yang pada gilirannya dapat menyebabkan serangan jantung.
Atau jika ada bagian dari paru-paru yang rusak, maka kemampuan untuk mendapatkan oksigen ke dalam darah pun menurun.
Mengalami infeksi bersamaan, seperti flu, juga dapat mempersulit sistem kekebalan tubuh untuk mengatasi virus corona. Karenanya, dokter menyarankan kita untuk mendapat suntikan flu.
Menurut Prof Pellegrini, stres juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, meskipun kita tidak yakin bagaimana caranya.
"Jika kita berada di bawah tekanan psikologis hebat, maka tingkat adrenalin dan kortisol kita akan meninggi dan dapat berdampak pada kekebalan tubuh," jelasnya.
Apakah ada makanan yang lebih baik untuk sistem kekebalan tubuh?
"Apa pun yang membuat jantung, paru-paru, dan ginjal sehat, pada gilirannya akan membuat sistem kekebalan tubuh kita sehat," jelas Prof Pellegrini.
Ia tidak menyebutkan adanya pola khusus, selain menghindari makanan olahan yang sarat dengan gula.
Makanya, jika saat ini anda kesulitan mendapatkan brokoli, tidak perlu khawatir.
"Saya tidak menyarankan orang harus makan satu sayuran tertentu," tabahnya.
Prof Clare Collins, pakar diet di University of Newcastle secara terpisah menjelaskan, tidak ada satu makanan pun yang secara ajaib dapat membanjiri sistem kekebalan tubuh kita.
"Nutrisi dari berbagai makanan diperlukan dalam jalur biokimia yang terpicu ketika tubuh kita melawan infeksi," katanya.
Ia mengatakan, yang diperlukan yaitu makan berbagai makanan yang mengandung vitamin A, B, C, D dan E dan mineral besi, seng dan selenium.
Vitamin A dan seng membantu menjaga integritas kulit dan lapisan organ vital dan sistem pernapasan, yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh bawaan.
Vitamin B12 dan zat besi juga penting untuk produksi hemoglobin yang membawa oksigen dalam darah.
Vitamin C, E, dan selenium membantu mengendalikan peradangan dengan menghilangkan dampak stres oksidatif, karena radikal bebas yang menembus dinding sel dan menyebabkan kebocoran.
Bagaimana dengan tambahan vitamin?
Minum vitamin tambahan, katanya, tidak diperlukan kecuali kita telah didiagnosis megalami kekurangan nutrisi tertentu seperti vitamin D.
Atau memiliki kebutuhan khusus karena sedang hamil atau didiagnosis dengan kondisi gangguan usus.
"Satu-satunya orang yang membutuhkan suplemen vitamin atau mineral adalah mereka yang sudah disarankan dokter atau ahli gizi untuk meminumnya," kata Prof Collins.
Tidak ada bukti konklusif bahwa suplemen vitamin C dapat menunda timbulnya infeksi atau mengobati infeksi pernapasan.
Bagaimana dengan berolahraga?
Banyak penelitian menunjukkan berolahraga jangka panjang bermanfaat untuk sistem kekebalan tubuh serta menjaga kesehatan jantung dan paru-paru.
Banyak cara untuk melanjutkan kegiatan olahraga saat harus menjaga jarak dengan orang lain.
"Jangan juga tiba-tiba lari maraton karena menganggap Anda akan bugar dan tangguh," ujar Prof Pellegrini.
"Justru Anda akan lebih rentan terhadap infeksi karena sebagian besar energi teralihkan membentuk otot dan kebugaran. Padahal energi tersebut berguna untuk sistem kekebalan tubuh," jelasnya.