Wabah Corona: Nasib WNI di Australia yang Kehilangan Pekerjaan
Menurutnya, tidak memadainya bahan baku berupa botol, kardus, dan kaleng yang diimpor dari China turut menghambat proses produksi.
Hal ini pun mempengaruhi status pegawai paruh waktu di pabrik vitamin tersebut.
"Waktu saya lihat di gudang-gudang sudah tidak ada bahan baku, kami berpikir, "wah, sudah tidak bisa kerja nih, karena apa yang mau dikerjakan?"" kata Awan.
"Botol-botol sudah tidak ada, kapas tidak ada, stok menipis dan pasti kita sudah tahu pasti tidak dapat jadwal. Ternyata benar."
Tanpa pikir panjang, ia memutuskan untuk bekerja paruh waktu di kebun anggur.
"Ketika tidak dapat jadwal, saya tidak mau diam saja. Butuh uang juga untuk [hidup] di sini [Australia]," katanya.
"Pabrik memang lagi resesi, untung ada "farm" [atau pekerjaan di perkebunan], kalau tidak, kita gigit jari."
Setelah dua minggu bekerja sebagai pemetik anggur, Awan akhirnya kembali mendapatkan jadwal di bagian pengemasan produk di pabrik vitamin, tempatnya bekerja selama hampir delapan bulan.
Walau sering merasa khawatir untuk meninggalkan rumah demi mencari nafkah, Awan mengatakan dirinya masih termasuk beruntung.
"[Sebagai pekerja kami merasa] antara takut untuk pergi keluar tapi kita harus cari kerja. Namun lebih kasihan juga negara-negara lain yang kasus virus coronanya sudah lebih banyak dari kita," kata Awan.
"Kami termasuk bersyukur, walaupun ada kasus virus corona tapi masih bisa beraktivitas," tambahnya.