Titik Nadir Perkosaan Anak di Pakistan Lahirkan 'Undang-undang Zainab'
- bbc
Parlemen Pakistan telah meloloskan undang-undang guna melindungi anak-anak dari kekerasan seksual, dua tahun sesudah kematian Zainab Ansari.
Zainab adalah anak berumur tujuh tahun yang diculik, diperkosa dan dibunuh di kota Kasur, Pakistan tahun 2018.
Kematiannya menyulut protes yang berujung pada kerusuhan dan kematian dua pemrotes yang menginginkan keadilan untuk Zainab.
- Memviralkan video kekerasan anak: Apa dampaknya bagi korban?
- Ancaman hukuman mati di Indonesia: Dari korupsi sampai kekerasan seksual anak
- Aksi Women`s March 2018 Indonesia: soroti pembunuhan perempuan, kekerasan pada pekerja, pernikahan anak
Undang-undang yang diberi nama Zainab Alert, Response and Recovery dinamai sesuai nama Zainab.
Undang-undang ini ditujukan untuk menyediakan badan khusus yang akan merespons lebih cepat apabila ada laporan anak hilang.
Pembunuhan terhadap Zainab sendiri merupakan rangkaian dari serangan sejenis di kota Kasur.
Pembunuh Zainab - yang juga dinyatakan bersalah untuk enam pembunuhan sejenis - dihukum mati tahun 2018.
Undang-undang ini disambut baik oleh pegiat hak asasi manusia di Pakistan, sekalipun belum bisa dipastikan seberapa besar dampaknya.
Penculikan dan pembunuhan terhadap anak-anak
Zainab Ansari menghilang ketika pergi mengaji tanggal 4 Januari 2018. Mayatnya ditemukan di tempat sampah beberapa hari kemudian.
Laporan otopsi menyatakan Zainab diserang dengan brutal. Selain diperkosa, luka ditemukan pada badan dan wajahnya, dan lehernya patah.
Terakhir kali ia terlihat berjalan bersama seorang pria dalam sebuah rekaman CCTV.
Menurut dokumen kepolisian yang diperoleh BBC ketika itu, ada 10 kasus serupa - penculikan dan pemerkosaan anak - terjadi di kota Kasur sejak Januari 2017.
Penyelidik menemukan adanya jejak DNA yang sama pada tubuh enam orang korban, termasuk di tubuh Zainab.
Anak-anak ini umumnya menghilang di daerah dekat rumah mereka, dan mayatnya ditemukan teronggok di tempat pembuangan sampah atau di rumah kosong.
Keluarga anak-anak itu tinggal dalam radius tiga kilometer dari tempat mereka ditemukan.
Salah satu korban sebelum Zainab adalah Ayesha Bibi, lima tahun, yang hilang pada tanggal 7 Januari, hampir setahun sebelum hilangnya Zainab.
- Penjual sayur keliling korban kekerasan rumah tangga yang kampanyekan risiko pernikahan anak
- Bagaimana para predator mengincar anak lewat live streaming
- Perkosaan dan serangan seksual terhadap anak terus terjadi: Perppu kebiri `tak efektif`?
Ayah Ayesha, Asif Baba menyatakan ia lebih dari sekadar marah. Katanya keluarganya dan seluruh kota mengalami trauma dengan peristiwa-peristiwa ini.
"Orang-orang di kota ini ketakutan. Anak-anak bahkan takut ke kamar mandi sendirian. Mereka akan minta ibunya untuk menemani di luar, dan tak mengunci pintu," kata Asif.
Ketika mendengar kabar kematian Zainab dan anak-anak lain berkata, "kami seperti kehilangan anak kami lagi".
Protes
Sehari sesudah mayat Zainab ditemukan di tempat sampah pada tanggal 9 Januari 2018, protes besar muncul di kota Kasur.
Mereka umumnya menyatakan pemerintah tidak melakukan hal yang diperlukan untuk menghentikan pembunuhan anak-anak.
Penduduk menuduh polisi tak berdaya dan gagal melindungi warga yang lemah.
Protes kemudian berubah menjadi aksi dengan kekerasan di mana pemrotes yang marah kemudian membakar kantor polisi.
Polisi membubarkan protes dengan tembakan peluru tajam yang menyebabkan dua orang pemrotes meninggal dunia.
#JusticeForZainab
Sehari sebelum protes, sosial media di Paksitan dipenuhi oleh tagar #JusticeForZainab, yang ketika itu sempat digunakan sebanyak 600.000 kali di Twitter, serta 30.000 kali di Instagram.
Termasuk yang pertamakali menggunakan tagar ini adalah anggota partai oposisi Pakistan Awami Tehreek (PAT) yang mengkritik partai berkuasa di Provinsi Punjab, Pakistan Muslim League.
Aktivis PAT @AtiqRehmanPAT menyatakan bahwa Zainab telah "dicabuli dengan brutal dan dibungkam selamanya."
https://twitter.com/AtiqRehmanPAT/status/950767567534247936
Tagar ini kemudian digunakan dengan sangat luas oleh para tokoh dan politikus.
Pesohor Pakistan yang ikut mengungkapkan rasa sedih mereka akan insiden ini misalnya adalah pemain kriket profesional - olah raga paling populer di Pakistan - Shadab Khan yang menulis bahwa "tragedi Zainab adalah tragedi kemanusiaan".
https://twitter.com/76Shadabkhan/status/951002409681244160
Kisah ini kemudian membuat dampak ke seluruh dunia, dengan banyak pengguna Twitter lain bercuit membicarakan kematian Zainab.
Termasuk di antaranya peraih Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai yang menyerukan agar pihak berwenang mengambil tindakan.
https://twitter.com/Malala/status/951082012068188162
Banyak yang mengherankan mengapa perhatian baru muncul sesudah kematian Zainab, padahal sekurangnya ada 10 kejadian serupa yang terjadi di kawasan itu.
Ayesha Bibi mengatakan perhatian itu diberikan lantaran ayah Zainab adalah orang yang berpengaruh dan kenal dengan politikus.
Tekanan
Pembunuh Zainab, Imran Ali, ditangkap tiga minggu kemudian berkat bantuan rekaman CCTV yang didapat oleh keluarga Zainab.
Ia juga dinyatakan bersalah untuk penculikan dan pembunuhan 12 anak lainnya.
Ia kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati empat kali serta satu kali hukuman seumur hidup. Pada bulan Oktober 2018 ia dieksekusi mati.
Dari kasus ini kemudian terpicu tekanan kepada pemerintah untuk memperkuat undang-undang seputar perlidungan anak.
Termasuk yang diperbincangkan adalah kemungkinan perlindungan terhadap anak-anak yang lebih rentan seperti pengemis yang hidup di jalanan dan buruh anak.
Namun ternyata undang-undang ini dibatasi hanya untuk pencabulan dan pembunuhan.
UU ini menyediakan kerangka untuk pembentukan lembaga yang mengoperasikan saluran khusus untuk menanggapi anak hilang.
UU ini juga memerintahkan kepala polisi yang menjabat untuk menanggapi dalam waktu dua jam, jika tidak mereka harus menghadapi sanksi indispliner.
Selain itu, kepolisian juga diharuskan menyelesaikan penyelidikan kasus seperti ini dalam waktu tiga bulan.
Pelaksanaan
Namun pertanyaan masih banyak seputar pelaksanaannya di lapangan.
Misalnya, dengan apa polisi memecahkan persoalan penculikan anak dalam jangka waktu tersebut, kata Dr Nazir Mehmood, kolumnis dan pegiat hak asasi manusia Pakistan.
"Batasan waktu ini baik, tapi aturan sapu jagat tanpa kualifikasi bisa menimbulkan persoalan," katanya. "Tak semua kasus sederhana dan bisa diselesaikan dalam waktu tiga bulan".
Ia juga menunjuk pada kurangnya petugas perempuan di kepolisian.
Komisi hak asasi manusia Pakistan memperkirakan ada lebih dari 20.000 kasus penculikan dan penyiksaan anak-anak yang dilaporkan sejak tahun 2015, atau sekitar 13 kasus per hari.