Harga Minyak Anjlok, Laba Pertamina EP Tetap Moncer 3 Tahun Terakhir
- Dok. Pertamina EP
VIVA – PT Pertamina EP kontraktor kontrak kerja sama atau KKKS di bawah pengawasan SKK Migas, mencatatkan kinerja positif tiga tahun terakhir. Bahkan, data realisasi kinerja operasional dan keuangan publikasi, Pertamina EP tunjukkan tren positif.
Selama 2017-2019, Pertamina EP atau PEP membukukan total pendapatan sebesar US$8,96 miliar. Ini terdiri atas pendapatan 2017 sebesar US$2,77 miliar, 2018 sebesar US$3,16 miliar, dan 2019 sebesar US$3,03 miliar.
Dengan demikian, bila rata-rata kurs rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp13.925 dalam tiga tahun terakhir, maka total pendapatan perusahaan selama tiga tahun adalah Rp124,82 triliun.
Sementara itu, terkait kontribusi laba bersih PEP ke induk usaha PT Pertamina, tercatat mencapai US$2,02 miliar atau sekitar Rp28,24 triliun sepanjang tiga tahun terakhir.
Raihan laba bersih PEP tersebut berasal dari perolehan laba bersih pada 2017 sebesar US$615 juta, pada 2018 senilai US$756 juta, dan 2019 yang mencapai US$654 juta.
“Di tengah harga yang masih cenderung stabil pada level yang rendah, peningkatan itu mencerminkan peningkatan kinerja operasional (produksi),” jelas Direktur ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro dalam keterangannya, Rabu 11 Maret 2020.
Sedangkan, selain positifnya laba PEP, produksi minyak PEP juga naik dalam tiga tahun terakhir. Di mana pada 2017, produksi minyak mencapai 77.154 barel per hari (BOPD), lalu naik 79.445 BOPD pada 2018, dan 2019 menjadi 82.213 BOPD.
Sementara, produksi gas tercatat 1.018 BOPD pada 2017, lalu sebesar 1.017 MMSCFD pada 2018, dan 959 MMSCFD pada 2019.
Komaidi menuturkan, peningkatan produksi tidak terlepas dari sejumlah upaya manajemen PEP di bawah kepemimpinan Presiden Direktur Nanang Abdul Manaf melakukan efisiensi disertai kerja keras pekerja PEP.
Dia juga menilai kinerja positif PEP pada 2017-2019 tak bisa dibandingkan dengan kinerja beberapa tahun sebelumnya, misalnya pada saat itu pendapatan PEP mencapai US$5,31 miliar dan laba bersih US$1,94 miliar.
“Saat itu, harga minyak global jauh lebih tinggi dibandingkan harga dalam lima tahun terakhir,” katanya.
Selain itu, Komaidi menuturkan pendapatan yang diraih PEP tahun ini menjadi tantangan bagi semua perusahaan migas. Tren harga minyak yang rendah secara langsung akan menurunkan pendapatan dan laba perusahaan.
“Kondisi lapangan yang sudah mature saya kira membuat tantangan PEP menjadi semakin kompleks. Dalam menjalankan bisnis tidak hanya bicara mengenai produksi dapat ditingkatkan atau tidak. Dalam hal ini pertanyaan mendasarnya justru peningkatan produksi tersebut masih ekonomis atau tidak,” katanya.