Imam Sudais: Penutupan Ka'bah Bukan Bid'ah
- Istimewa
VIVA – Imam Masjidil Haram yang juga Ketua Umum Pengurus Masjidil Haram dan Masjid Nabawi (Haramain), Syeikh Abdurrahman as Sudais menegaskan bahwa penutupan sementara area tawaf di sekitar Ka'bah dan area sa'i antara bukit Safa dan Marwa dibenarkan dalam syariah.
Seperti diketahui, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi ditutup sementara sejak Kamis malam selepas Salat Isya waktu Arab Saudi, Kamis, 5 Maret 2020 hingga sejam sebelum Salat Subuh, Jumat 6 Maret 2020.
Penutupan terkait pencegahan penyebaran virus Corona di sekitar haramain. Penutupan ini juga sebagai tindak lanjut dari instruksi pemerintah Kerajaan Arab Saudi terkait larangan sementara bagi warga negaranya dan warga asing termasuk para mukimin.
Dengan demikian, Ka'bah yang biasanya tak pernah sepi dari aktifitas tawaf dan ibadah lainnya, praktis sejak malam tadi kosong dari aktifitas ibadah. Petugas menjaga sekitaran Ka'bah dari aktifitas jamaah umrah dan peziarah.
Imam Sudais mengatakan penutupan sementara Kabah ini sesuai dengan syariah, dalam rangka menjaga kesehatan dan keselamatan jamaah haji, umrah maupun peziarah di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dari penyakit berbahaya.
Sudais mengutip salah satu kaidah ushul fiqh yang mengatakan dar'ul mafasid muqoddamun a'la jalbi masholih (Mencegah kerusakan/bahaya lebih diutamakan ketimbang mengupayakan kemaslahatan/keuntungan).
"Disini kami tegaskan bahwa ini sesuai syariah dengan tujuan menjaga diri, ruh, muslimin, dan ada dalilnya syariahnya, ada juga hadis Nabi bukan berarti ini bi'dah, karena pernah terjadi di zaman Rosulullah dan Umar bin Khattab," kata Imam Sudais dalam sebuah wawancara dengan Alekhbariya TV
Bid'ah merujuk pada perkara baru diada-adakan, yang tidak pernah dicontohkan Nabi sebelumnya atau tidak ada dalil syariatnya.
Menurut Sudais, penutupan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi merupakan keputusan bijaksana, disamping tidak menyalahi syariat, ini juga merupakan ketetapan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz, untuk menjaga keamanan-kenyamanan warga negaranya, jemaah umrah dan para peziarah.
"Ini adalah perkara darurat dan dimungkinkan dalam syariah untuk kemaslahatan negara, keamanan dan untuk menjaga Masjidil Haram," ujarnya.