Deretan Pajak yang Pungutannya Akan Ditangguhkan Sri Mulyani
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawari mengaku tengah menyiapkan sederet releksasi pengenaan pajak terhadap perusahaan maupun orang pribadi. Kebijakan ini dilakukan demi menghadapi dampak negatif dari mewabahnya virus corona (Covid-19).
Sederet pajak yang rencananya tidak akan dipungut terhadap wajib pajak (WP) diantaranya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22 hingga PPh Pasal 25. Termasuk juga restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat bagi perusahaan yang dianggap secara reputasinya baik.
"Kita pertimbangkan semua ya, PPh 21, 22, bahkan 25, kita akan lihat semua. Termasuk restitusi PPN yang dipercepat terutama untuk perusahaan yang reputable," kata dia di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis, 5 Maret 2020.
Meski begitu, dia belum bisa merinci lebih lanjut bentuk kelonggaran apa yang bisa disajikan, sebab dia harus terlebih dahulu meminta izin ke Presiden Joko Widodo. Namun dipastikannya, skema itu bisa ditempuh dengan cara penangguhan pungutan seperti saat terjadinya krisis keuangan global pada 2008-2009.
"Itu nanti saya ceritakan sesudah saya presentasikan ke presiden. Setuju kan, presiden duluan kan? Nanti kita lihat semuanya. Kan kita belajar dari 2009, kita lihat sekarang ini dan perusahaan-perusahaannya," tegas Sri.
Saat ini, Sri melanjutkan, Kementerian Keuangan masih harus mengkaji secara mendalam hitungan secara keekonomian dari adanya rencana relaksasi pungutan pajak tersebut. Namun, dia menegaskan, perhitungan itu saat ini sudah dalam finalisasi.
"Kita sekarang sedang menghitung secara keseluruhan terutama sektor-sektor yang terkena dan kemudian dampaknya kepada neraca mereka dan bagaimana kita bisa bantu dari sisi korporasi maupun masyarakat. Jadi sekarang ini sedang difinalkan," tuturnya.
Sebagai informasi, PPh 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan dan jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh subjek pajak.
Sedangkan, PPh 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor dan PPH 25 merupakan pembayaran pajak penghasilan terutang yang dilakukan secara angsuran.