Hak-hak Pasien Penderita Corona: Data Pribadi Tidak Boleh Disebar
- abc
Indonesia bukanlah negara pertama dimana ada warganya yang terkena virus corona, namun mungkin menjadi negara pertama dimana info mengenai pasien positif tersebut dengan cepat tersebar ke masyarakat.
Hak Pasien Penderita Corona
- Data pribadi dua warga Indonesia yang positif terjangkit virus corona sempat beredar di jejaring sosial
- Presiden Jokowi menghimbau agar pejabat tidak menjelaskan informasi mengenai identitas di masa depan
- Di Australia, identitas yang sudah diungkap adalah berkenaan dengan seorang pasien yang sudah meninggal
Di jaman internet dan media sosial yang begitu cepat perputarannya apakah masalah privasi atau hak seseorang untuk tidak diketahui publik masih bisa dilakukan? Bagaimana dengan negara-negara lain yang juga memiliki kasus-kasus serupa?
Yang pertama kali mengumumkan adanya dua warga Indonesia yang positif terjangkit COVID-19 adalah Presiden Joko Widodo dan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, hari Senin (3/3/2020).
Presiden Jokowi juga yang mengharapkan media dan pejabat untuk tidak membocorkan privasi pasien lewat akun jejaring sosialnya, sehari kemudian.
>"Saya telah memerintahkan kepada menteri untuk mengingatkan agar rumah sakit, pejabat-pejabat pemerintah di mana pun, untuk tidak membuka privasi pasien."
"Hak-hak pribadi penderita corona harus dijaga, tidak boleh diumbar ke publik."
"Begitu juga dengan media massa, saya minta untuk menghormati privasi mereka. Mari sama-sama mendukung agar secara psikologis, mereka tidak merasa tertekan sehingga dapat segera pulih dan sembuh kembali," himbau Presiden Jokowi.
Himbauan yang dilakukan Presiden Jokowi ini adalah hal yang tidak biasa dilakukan, terutama yang ditujukan kepada media massa, karena himbauan seperti ini biasanya dikeluarkan oleh lembaga seperti Dewan Pers atau sejenisnya.
Di Australia, jumlah kasus virus corona positif sudah lebih banyak dibandingkan Indonesia.
Sampai hari Rabu (4/3/2020), sudah ada 33 kasus positif, dengan 15 diantaranya berasal dari mereka yang pernah berhubungan langsung atau tidak langsung dengan Wuhan, kota tempat asal penyebaran virus tersebut.
Sejauh ini informasi yang baru muncul mengenai identitas adalah korban meninggal pertama warga Australia yaitu James Kwan, berusia 78 tahun, yang sebelumnya menjadi penumpang kapal pesiar Diamond Princess yang berlabuh di Yokohama, Jepang.
James meninggal di Rumah Sakit Sir Charles Gairdner di Perth, Australia Barat, hari Minggu (1/3).
Baru setelah pasien ini meninggal, pihak berwenang mengeluarkan identitasnya.
Pasien lain yang masih positif mengidap COVID-19 tidak diungkapkan identitas mereka sama sekali.
Penumpang kapal pesiar Diamond Princess yang diduga sehat diperbolehkan naik taksi dan bus namun kemudian beberapa diantara mereka demam.
Reuters: Athit Perawongmetha
Masker bukan cara efektif hindari penularan virus corona
Dengan wabah virus corona menyebar cepat ke seluruh dunia, pemerintah di banyak negara selain menangani mereka yang terkena, tugas berat lain adalah bagaimana menyakinkan masyarakat luas untuk tidak panik.
Tindakan pembelian barang besar-besaran yang terjadi di banyak negara, diantaranya juga di Australia dan Indonesia, menunjukkan mengelola informasi mengenai virus tersebut juga sama pentingnya.
Di Australia yang lebih banyak mendapat pemberitaan selama beberapa hari terakhir adalah serbuan ke supermarket untuk membeli barang-barang kebutuhan pokok yang bisa disimpan lama.
Tisu toilet termasuk salah satu barang yang banyak dibeli, selain juga susu tahan lama, pasta, beras, tepung dan produk kesehatan untuk mencegah kemungkinan penularan.
Di Indonesia sudah beredar berita mengenai mahalnya harga masker yang juga tidak lagi tersedia di toko-toko yang biasanya menjual.
Di Australia, sejauh ini tidak banyak terlihat penggunaan masker di tempat umum, karena pihak berwenang sudah berkali-kali mengatakan cara terbaik untuk menghindari terkena virus corona adalah mencuci tangan dan tidak memegang bagian muka dengan tangan.
Masker lebih diperlukan bagi petugas layanan kesehatan yang bekerja di rumah sakit yang berhubungan langsung dengan pasien yang sudah positif atau diduga terkena virus tersebut.
Di beberapa negara himbauan untuk tidak membeli masker dalam jumlah banyak tampaknya tidak ditanggapi oleh warga.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus sudah mendesak masyarakat di seluruh dunia untuk tidak menimbun masker dan peralatan pelindung lainnya.
Perlengkapan ini katanya dibutuhkan bagi para petugas kesehatan, yang menangani virus korona.
"Kami prihatin karena kemampuan banyak negara untuk mengahadapi virus corona terhambat oleh bertambahnya gangguan terhadap pasokan yang disebabkan peningkatan permintaan, penimbunan, dan penyalahgunaan alat pelindung diri secara global," kata Tedros.
"Kelangkaan yang terjadi menyebabkan para dokter, perawat dan petugas medis di garis depan tidak memiliki perlengkapan dan perlindungan yang memadai untuk merawat para pasien COVID-19."
WHO mengatakan masker lebih dibutuhkan oleh petugas kesehatan dibandingkan warga biasa.
AAP: Mick Tsikas
Belajar dari kesalahan Jepang
Kasus penyebaran virus corona mulai dilaporkan menurun di China, namun penyebaran di negara lain seperti Italia, Korea Selatan, Iran dan Jepang semakin meningkat.
Hal yang mengkhawatirkan di Jepang adalah negara tersebut akan menyelenggarakan Olimpiade Musim Panas akhir Juli-Agustus mendatang.
Meningkatnya penyebaran virus, menurut beberapa pakar, disebabkan beberapa kesalahan yang dilakukan pemerintah setempat yang dianggap lambat melakukan langkah antisipasi.
Sumber penyebaran virus corona diperkirakan berasal dari kapal pesiar Diamond Princess yang berlabuh di Yokohama dengan membawa 3.700 penumpang.
Selama beberapa pekan, para penumpang dan awak berada di kapal tersebut dan dilarang untuk turun.
Tidak ada yang dievakuasi kecuali mereka kedapatan positif mengidap virus corona.
Seorang pakar di Jepang mempertanyakan langkah pemerintah yang hanya melakukan tes terhadap ratusan penumpang kapal tersebut per hari, padahal di Korea Selatan, pemerintah dalam satu hari bisa melakukan tes terhadap ribuan orang.
Sekarang 700 penumpang dari kapal tersebut dinyatakan positif, 7 orang diantaranya meninggal.
Menurut laporan wartawan ABC, Jack Sturmer dari Tokyo, beberapa kesalahan tambahan yang dilakukan pemerintah Jepang antara lain tidak adanya pengetesan terhadap 23 penumpang yang kemudian dibebaskan dari kapal.
Juga 45 penumpang yang dijinkan turun dari kapal tersebut menunjukkan gejala flu.
Dua orang yang pada awalnya dites negatif ketika berada di dalam kapal, kemudian diijinkan turun dan dinyatakan positif.
Juga ada seorang penumpang perempuan asal Jepang berusia 80 tahun, yang tetap berada di kapal selama seminggu setelah melaporkan adanya demam tinggi.
Perempuan tersebut kemudian meninggal.