Harga Gas Terlalu Murah, Investasi Hulu Migas Jadi Tak Menarik
- VIVA/Dusep Malik
VIVA – Pemerintah dan pelaku industri diharapkan dapat mencari solusi bersama terkait polemik harga gas industri sektor tertentu sesuai dengan Perpres 40/2016. Sebab, hal itu dinilai memiliki tujuan baik dalam meningkatkan daya saing nasional.
Polemik itu muncul karena upaya penetapan harga gas sesuai Perpres No.40 tahun 2016 yang bertujuan meningkatkan daya saing sektor industri tertentu dapat mengganggu pengembangan pemanfaatan energi gas bumi dan mengurangi daya tarik investasi, baik di sektor hulu maupun hilir migas.
Anggota Komisi VI DPR RI Lamhot Sinaga mengatakan kebijakan itu harus menjaga pengelolaan korporasi baik BUMN, swasta, industri dan rencana pengembangan infrastruktur yang jadi target pemerintah dapat berjalan dengan baik.
Kebijakan ini, lanjut dia, penting mengingat pembangunan infrastruktur hilir gas bumi dan eksplorasi lapangan baru migas memiliki posisi yang sangat strategis untuk mewujudkan kemandirian energi nasional.
"Tidak akan sehat jika tujuh sektor industrinya tumbuh tapi badan usaha migas terkendala sustainability usahanya sehingga energi hanya dinikmati segelintir pihak. Termasuk dengan investasi hulu yang terganggu karena harga migas tidak masuk keekonomian bisnis," jelas Lamhot dalam keterangannya, Senin 2 Maret 2020.
Lebih jauh Lamhot menjelaskan, ketergantungan Indonesia dari energi impor harus disikapi dengan kebijakan strategis. Dengan cadangan gas bumi yang jauh lebih besar daripada minyak bumi, sudah seharusnya Indonesia prioritaskan pembangunan infrastruktur gas.
Apalagi, kata dia, sampai hari ini di industri hilir gas, jaringan infrastruktur gas belum tersambung secara merata di banyak wilayah di Indonesia. Seperti jaringan pipa di Sumatera, Jawa Bagian Tengah dan beberapa lokasi di Kalimantan serta Sulawesi yang belum tersambung gas.
Untuk itu, Lamhot menegaskan perlu iklim investasi di hulu yang menarik dan ada jaminan pengembalian investasi di hilir yang memberikan kepastian pengembangan infrastruktur gas, sehingga diharapkan akan semakin banyak pelaku industri di berbagai wilayah yang dapat menikmati gas bumi.
"Jangan sampai gas bumi hanya dinikmati pelaku industri tertentu saja di daerah tertentu. Apalagi beberapa sektor industri strategis sebenarnya sudah menikmati harga gas US$6 sesuai Perpres 40 tahun 2016. Jangan juga kebijakan pemerintah justru merugikan dan mematikan BUMN," ujarnya.
Dengan demikian, Lamhot pun meminta agar sebaiknya harga gas yang murah dapat diutamakan ke industri atau BUMN yang menggunakan gas sebagai bahan baku (raw material) seperti industri pupuk dan BUMN yang tak sehat seperti Krakatau Steel.