Dampak Virus Corona, Pemerintah Harus Sinergi Amankan Primadona Ekspor
- rumahku.com
VIVA – Pelaku industri elektronika mulai merasakan dampak penurunan arus aktivitas perdagangan China, akibat virus corona. Arus pasokan komponen dan bahan baku dari negara ini mulai terasa tersendat, sehingga mengancam kegiatan produksi dan ekspor industri elektronika nasional.
Pemerintah melalui instansi terkait, diharapkan bisa mengeluarkan kebijakan yang dapat membantu pelaku industri elektronik mengatasi masalah pasokan bahan baku dan komponen ini.
Menurut Ketua Umum Gabungan Elektronika (GABEL), Oki Widjaya, seperti dikutip dari keterangannya, Minggu 23 Februari 2020, sebagian bahan baku dan komponen produk elektronika Indonesia masih menggunakan komponen dari China, karena harganya memang lebih bersaing dibandingkan pemasok negara lain.
Dengan adanya wabah virus Corona sekarang ini, tambahnya, pasokan komponen dari China, mulai tersendat dan ini tentu akan sangat mengganggu kegiatan produksi dan ekspor industri elektronika nasional.
“Melihat dampak virus Corona yang kian masif, kami harapkan pemerintah memberi perhatian terhadap pasokan komponen ini, agar tidak berdampak buruk pada kinerja produksi dan ekspor industri elektronika nasional,” kata dia.
Menurut Oki, yang juga Presiden Direktur PT Galva Technologies Tbk, harapan GABEL tersebut, juga terkait dengan implementasi roadmap Making Indonesia 4.0 yang disusun pemerintah, di mana industri elektronik merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan agar lebih berdaya saing global, khususnya dalam kesiapan memasuki era industri 4.0.
Untuk itu, tambahnya, GABEL mendesak, melalui koordinasi Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, Perindustrian, Perdagangan, Tenaga Kerja, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, pemerintah segera melakukan sinergi menyelamatkan sektor industri primadona ekspor dari dampak buruk penyebaran virus corona.
“Tanpa upaya komprehensif, dikhawatirkan kegiatan produksi industri elektronika tersendat, bahkan terancam berhenti. Apabila kondisi ini tak juga teratasi, akan berdampak signifikan terhadap neraca perdagangan, penerimaan negara, nasib tenaga kerja, dan investasi.” tegasnya.
Sekjen GABEL, Daniel Suhardiman menambahkan, terjaminnya pasokan komponen untuk industri elektronika nasional harus diakui merupakan salah satu faktor pendukung utama industri ini masih memiliki peluang menjadi pemain yang kuat di pasar domestik. Apalagi, pemerintah juga mengklaim, sektor elektronika sesuai peta jalan industri Indonesia 4.0 merupakan salah satu dari lima kelompok manufaktur yang akan menjadi pionir dalam penerapan revolusi industri generasi keempat di Tanah Air.
Namun, saat ini, tidak bisa dipungkiri, kedalaman struktur industri elektronika nasional dan turunannya masih sangat terbatas, sehingga ketergantungan terhadap pasokan komponen dan bahan baku impor masih besar, termasuk dari China.
Jika aktivitas produksi, jalur logistik atau kegiatan bongkar muat di pabrik hingga pelabuhan di China, menurun karena wabah virus Corona, dampaknya akan langsung dirasakan pelaku industri nasional. Lambat laun, pelaku industri akan kehabisan stok materil untuk memproduksi lokal komponen, sehingga tidak bisa membuat produk jadi elektronika.
Karena itu, kata Daniel, yang juga Direktur PT Panasonic Manufacturing Indonesia, melihat pertimbangan situasi yang terjadi di lapangan semakin krusial saat ini, GABEL menilai perlu pemerintah menyiapkan payung antisipasi terhadap kemungkinan pukulan keras terhadap sektor elektronika akibat virus corona. Kebijakan itu minimal mendorong dan membantu pelaku industri elektronika mendapatkan sumber pasokan alternatif dari negara lain selain China, untuk sementara waktu.
“Misalnya dengan memberi insentif, agar pengadaan material bahan baku dan penolong dari negara non-China, hargaya tetap kompetitif. Apakah pengurangan beban biaya logistik, energi, dan sebagainya,” kata dia.
Selain itu, pemerintah seharusnya memanfaatkan kondisi keterdesakan ini sebagai momentum memperkuat struktur industri elektronika, agar memiliki kedalaman. Apakah dengan cara memberikan aturan investasi yang lebih bersaing bagi investor masuk ke Indonesia, daripada ke Vietnam, Thailand, atau Malaysia, untuk pengembangan industri pendukung elektronika misalnya.
“Bisa juga, memberikan keringanan pajak, kepastian pengadaan lahan, dan aturan tenaga kerja, serta mendukung peningkatan produkstivitas sumber daya manusia melalui pengembangan riset dan desain dengan insentif kompensasi pemotongan pajak,” tambah Daniel.
Mengutip data Komisi Kesehatan China yang diinformasikan media dalam negeri maupun internasional, data per Sabtu 22 Februari 2020, korban yang meninggal akibat serangan virus Corona (Covid-19) terus meningkat dan telah mencapai 2.345 orang.
Jumlah terinfeksi 77.661 orang, di mana 76.290 berasal dari China Daratan. Sementara itu, hingga saat ini belum satupun lembaga internasional, termasuk Pemerintah China sekalipun, yang bisa memastikan kapan penyebaran virus ini bisa diatasi.
Melihat perkembangan penyebaran virus Corona yang kian masif, menurut Oki, pemerintah dan pelaku industri dalam negeri harus bersinergi menyiapkan strategi yang efektif untuk mengantisipasi risiko yang akan terjadi. Sebab, jika aktivitas produksi, jalur logistik atau kegiatan bongkar muat di pabrik hingga pelabuhan di China menurun, dampaknya langsung dirasakan pelaku industri nasional.
“Lambat laun, pelaku industri akan kehabisan stok materil untuk memproduksi lokal komponen, sehingga tidak bisa membuat produk jadi elektronika. Jadi, cukup beralasan jika kalangan industriawan di dalam negeri semakin gamang dan khawatir ,jika persoalan virus Corona ini terus berlangsung hingga kuartal pertama, atau bahkan hingga semester satu 2020,” kata Oki.
Kinerja Industri Elektronika Nasional
Data Kementerian Perindustrian maupun Badan Pusat Statistik hingga 2017, investasi sektor industri elektronika mencapai Rp8,34 triliun. Dengan rincian, penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp7,65 triliun dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sekitar Rp690 miliar.
Angka ini terus membaik, jika dibandingkan dengan 2016, yang mencapai Rp5,97 triliun dan 2015, sebesar Rp3,51 triliun.
Umumnya, sektor yang mengalami pertumbuhan investasi ini berasal dari subsektor industri televisi, peralatan perekam, consumer electronics, dan peralatan fotografi. Selain itu, terdapat juga industri komponen, antara lain sektor manufaktur untuk baterai dan aki, peralatan lighting elektrik, peralatan elektrotermal rumah tangga, serta domestic appliances
Sementara itu, dari sisi penyerapan tenaga kerja juga tidak dapat dianggap kecil. Mengutip data Kemenperin, total penyerapan tenaga kerja di industri elektronika pada 2017, sebanyak 202 ribu orang. Jumlah tenaga kerja ini meningkat signifikan, jika dibandingkan dengan 2016, yang mencapai 185 ribu dan 2015, sekitar 164 ribu.
Demikian juga, jika merujuk pada data yang sama, sepanjang 2019, ekspor produk industri pengolahan menembus nilai US$126,57 miliar dengan kontribusi 75,5 persen terhadap total ekspor Indonesia sebesar US$167,53 miliar. Sementara itu, nilai ekspor kelompok produk komputer, barang elektronik, dan optik mencapai US$1,1 miliar. Perolehan ekspor di 2019, naik dibanding perolehan 2018, sebesar US$ 1 miliar.
Menurut Daniel, dengan kondisi pasokan material berjalan aman dan lancar dan posisi industri elektronika sebagai salah satu dari lima kelompok manufaktur yang akan menjadi pionir dalam penerapan revolusi industri generasi keempat di Tanah Air, berarti pemerintah telah dan seharusnya menyiapkan berbagai langkah strategis mendorong peningkatan net ekspor terhadap PDB. Sebab realitanya, PDB Indonesia dalam catatan BPS menunjukkan laju yang stagnan.
“Laju pertumbuhan PDB Industri tahun 2015 mencapai 4,33 persen, tahun 2016 sebesar 4,26 persen, tahun 2017 sebesar 4,29 persen, dan tahun 2018 turun menjadi 4,27 persen,” kata dia.