Atur Pesangon, DPR Minta Negara Hati-hati di Omnibus Law Cipta Kerja
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA – Komisi IX DPR menyoroti 22 pasal yang tercantum pada Rancangan Undang-undang Cipta Kerja dalam Omnibus Law. Menurut Anggota Komisi bidang Ketenagakerjaan, Intan Fauzi, dari draf 554 pasal yang diajukan, secara umum RUU secara rigid mengatur soal investasi yang ujungnya terkait jam kerja hingga pesangon.
"Soal pesangon diatur dalam Pasal 447 menyebutkan, satu dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima," kata Intan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa 18 Februari 2020.
Intan mengemukakan, DPR berupaya agar undang-undang sapu jagat ini mengakomodir kepentingan semua pihak. Selain niat pemerintah mengundang investasi dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi, perlu diperhatikaan juga soal hak-hak pekerja.
"Terobosan Omnibus Law Cipta Kerja yang akan mengatur banyak segi demi penciptaan kesempatan kerja perlu dilakukan secara hati-hati, dengan memperhatikan kemungkinan dampak yang muncul di masa depan," kata dia.
"Kepentingan hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja harus diselaraskan agar hasil yang didapat juga dapat dicapai maksimal," tambahnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, ribuan buruh menyatakan penolakannya terhadap Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja dikirim pemerintah ke parlemen. Selain upah minimum yang tak sesuai dengan buruh, persoalan jam kerja menjadi tuntutan.
Perihal pesangon, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan salah satu poin mengatur pesangon yakni mengatur masa kerja kurang dari satu tahun dibayar satu bulan upah. Contoh lain mekanisme pemberian pesangon untuk masa kerja delapan tahun atau lebih dibayar sembilan bulan upah.
Lalu terdapat juga poin yang mengatur pengusaha dapat memberikan uang pergantian hak yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Perhitungan uang penghargaan masa kerja juga diatur dalam Pasal 156 ayat (3). Salah satu ayat, misalnya ayat a mengatur masa kerja tiga tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun diberi dua bulan upah. Poin ini mengatur soal pemberian uang penghargaan hingga masa kerja 21 tahun atau lebih diberi 8 bulan upah.
Said mengkritik besaran uang penghargaan yang turun nilainya dalam RUU Omnibus Law. Sebab dalam UU Nomor 13 tahun 2003 diatur soal uang penghargaan untuk masa kerja paling lama 24 tahun diberi uang 10 bulan upah.
"Uang penghargaan masa kerja dari maksimal 10 bulan hanya menjadi delapan bulan," kata Said.