Perda KTR Bogor Larang Pajang Rokok, Pedagang Tradisional Gugat ke MA 

Rak rokok di minimarket
Sumber :
  • VIVAnews/Arrijal Rachman

VIVA – Pedagang tradisional di Bogor mengajukan gugatan terhadap Peraturan Daerah atau Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Kota Bogor Nomor 10 Tahun 2018 ke Mahkamah Agung. Sebab, Perda ini dinilai merugikan pedagang tradisional karena memuat pelarangan pemajangan rokok di tingkat ritel.

Bea Cukai dan Polri Gagalkan Peredaran 7 Juta Batang Rokok Ilegal melalui Tanjung Perak

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan bahwa pembuatan perda di suatu daerah merupakan kebijakan publik yang seharusnya mempertimbangkan kepentingan publik. 

“Kebijakan KTR seharusnya mempertimbangkan keadilan, transparansi, dan partisipasi publik di dalamnya,” jelas dia dalam keterangannya di Jakarta, Jumat 14 Februari 2020.

Kanwil Bea Cukai Jatim I Musnahkan Barang Kena Cukai Ilegal Senilai Miliaran Rupiah

Trubus mengungkapkan, dengan adanya keberatan dan gugatan yang dilayangkan dari masyarakat menunjukkan bahwa Perda KTR Bogor belum memenuhi aspek partisipasi publik.

“Masalah pelarangan pemajangan rokok itu berat, apalagi kini display-nya dilarang sampai ke ritel-ritel, harus ditutup pakai gorden. Ini bertentangan dengan kepentingan publik,” kata Trubus.

Aturan Kemasan Rokok Polos Dinilai Tumpang Tindih dan Melawan UU Merek

Sebelumnya, beberapa pihak juga mengkritisi Perda KTR Bogor dari sisi hukum karena dinilai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Dalam kajiannya, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi daerah (KPPOD) menemukan bahwa Perda KTR Bogor bertentangan secara substansif dengan Peraturan Pemerintah 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

“Sekarang kan digugat pedagang karena jelas merugikan pedagang. Seharusnya kebijakan publik tidak boleh merugikan masyarakat kecil,” katanya. 

Ketidakpastian Usaha

Selain persoalan sosial, Perda KTR Bogor juga menimbulkan problem secara ekonomi, yakni ketidakpastian usaha. Direktur Eksekutif KPPOD Robert Endi Jaweng, mengatakan ketidakpastian usaha merupakan musuh terbesar yang menimbulkan risiko dalam hal kalkulasi biaya dan kegiatan usaha.

“Konteks Perda KTR Bogor ini paradigmanya antirokok, padahal harusnya diuji karena undang-undang sudah menetapkan rokok merupakan barang legal,” katanya. 

Bagi Endi Jaweng, gugatan yang diajukan para pedagang tradisional merupakan langkah terhormat. “Judicial review merupakan satu-satunya jalan yang bisa ditempuh masyarakat untuk menguji keadilan dan kepastian hukum,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya