Manulife: Ada Wabah Corona, Stabilisasi Ekonomi Global Tak Berubah
- Sumber: BBC
VIVA – PT Manulife Aset Manajemen Indonesia menilai bahwa wabah virus Corona bukanlah sesuatu yang bersifat permanen dalam jangka panjang. Walaupun dalam jangka pendek peristiwa ini memberikan dampak guncangan cukup penting pada ekonomi global.
Senior Portfolio Manager-Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Caroline Rusli, mengatakan, dengan memperhitungkan langkah komprehensif yang diberlakukan pemerintah China untuk mencegah dan meminimalisasi penyebaran virus Corona, maka diperkirakan distorsi data ekonomi akibat peristiwa ini akan berdampak paling lama selama satu sampai dua kuartal ke depan.
"Atas dasar ini, secara keseluruhan tema stabilisasi ekonomi global di 2020 tidak berubah," ujar Caroline dalam penjelasan tertulis Manulife, Kamis 13 Februari 2020.
Selain itu, Caroline melanjutkan, pemerintah dan bank sentral China terlihat sangat tanggap menjaga stabiliasi ekonomi lewat stimulus fiskal dan pemangkasan suku bunga guna menjaga ketersediaan likuiditas di pasar. Diharapkan, kebijakan tersebut dapat mengurangi dampak negatif wabah virus Corona terhadap ekonomi China.
Manulife memperkirakan akselerasi pertumbuhan ekonomi global akan meningkat menjelang pertengahan kedua tahun ini. Kondisi itu didukung oleh perbaikan sentimen dan perdagangan global, suku bunga rendah bank sentral global, gradual inventory restocking, dan akselerasi adopsi teknologi 5G yang diharapkan dapat menjadi ‘bantalan’ dari disrupsi ekonomi yang terjadi saat ini.
Terkait ketakutan penyebaran virus Corona lebih ‘menekan’ kinerja pasar saham Asia dibandingkan dengan pasar saham negara maju, menurut Caroline, secara ekonomi -dibandingkan dengan negara maju- Asia dinilai lebih rentan terhadap dampak negatif dari penyebaran virus Corona.
Namun, yang perlu dipahami adalah tingkat kerentanan negara di Asia tidaklah sama, dan akan sangat tergantung dari seberapa besar eksposur perekonomian terhadap China dari sisi pariwisata, rantai pasokan industri, ketergantungan foreign direct investment (FDI) dan aktivitas ekspor impor.
"Itulah mengapa besaran koreksi di pasar saham dan nilai tukar setiap negara di Asia juga berbeda," tuturnya.
Menariknya, Caroline melanjutkan, koreksi yang terjadi sejak merebaknya wabah virus Corona membuat valuasi pasar saham Asia menjadi lebih atraktif. Sebelumnya di awal tahun, price to earning (PE) ratio F12M pasar saham Asia Pasifik sempat naik di atas +2 standar deviasi, sekarang sudah turun di bawah +1 standar deviasi dalam lima tahun terakhir.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, pasar finansial cenderung mencapai titik terendah ketika intensitas penyebaran virus menunjukkan penurunan.
"Sejauh ini kami menilai narasi positif perbaikan earnings Asia di 2020 masih tetap terjaga didorong oleh ekspektasi perbaikan aktivitas ekonomi seperti yang telah dijabarkan sebelumnya (meningkatnya perdagangan global didukung oleh low base effect, gradual inventory restocking dan akselerasi adopsi teknologi 5G)," kata Caroline.
Secara historis, dia melanjutkan, laba emiten Asia berkorelasi positif dengan tren perdagangan global.