Tiga Perempuan Indonesia Runtuhkan Dominasi Pria di Bidang Sains
- abc
Sebagai insinyur perempuan, Alia pernah merasa dibedakan dalam dunia pekerjaan karena mengenakan sepatu hak tinggi.
Supplied: Tengku Alia Sandra
"Mungkin karena pada saat itu bersepatu hak tinggi, pihak regulator bilang begini: "nanti kalau meeting berikut tim teknisnya diajak ya". Saya jawab: "kebetulan saya team teknisnya dan di pertemuan berikutnya saya yang akan hadir untuk menjelaskan"," cerita Alia.
Alia merasa kecewa karena dianggap tidak mumpuni hanya lantaran urusan penampilan, padahal ia sama sekali belum mengutarakan penjelasannya terkait proyek tersebut.
Sementara itu di Australia, dalam kurun waktu 10-15 tahun belakangan, Amanda Achmadi melihat ada usaha untuk menyeimbangkan representasi gender melalui strategi rekrutmen penerimaan karyawan.
Meski begitu, ia juga tak bebas dari perlakuan bias gender di kampus dari para mahasiswanya.
"Di bidang arsitektur memang kebanyakan arsitek yang terkenal adalah laki-laki, dan ini mempengaruhi orientasi mahasiswa," kata Amanda.
Amanda menambahkan, mahasiswa lebih percaya mata kuliah yang dikoordinir oleh akademisi laki-laki.
"Mereka lebih percaya bahwa akademisi laki-laki di bidang arsitektur lebih tahu dan paham prakteknya di lapangan."
"Dalam survei evaluasi mahasiswa juga ditemukan bahwa kritik terhadap akademisi perempuan lebih pedas dibanding kritik yang diterima akademisi laki-laki."
"Penilaian terhadap akademisi perempuan lebih subjektif dan ini masih menjadi isu di bidang arsitektur," tutur Amanda.
Tapi di sisi lain, dalam proyek "travelling studio" yang digagasnya tahun lalu, Amanda mencatat bahwa sebagian besar peminatnya adalah mahasiswa perempuan dan tangguh di lapangan.
Ini yang membuat Amanda optimistis melihat masa depan perempuan di bidang sains dan teknik.
Proyek 'travelling studio' Amanda diminati lebih banyak perempuan.
Supplied: Amanda Achmadi
Keluarga sebagai "support system"