Petambak dan Nelayan Bisa Pertimbangkan Asuransi Ini Agar Tak Rugi
- ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
VIVA – Tingginya potensi ekonomi dari kegiatan usaha tambak udang di Indonesia menjadi daya tarik sendiri bagi Industri Asuransi. Total wilayah tambak yang sebesar 242 ribu hektare, dinilai harus terlindungi, apalagi 60 persennya dikelola secara tradisional.
Melihat besarnya risiko terjadi kegagalan dalam berbudidaya udang, PT Asuransi Jasa Indonesia atau Jasindo menggandeng Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) serta industri asuransi kerugian umum, membentuk Konsorsium dan menerbitkan Asuransi Usaha Budidaya Udang (AUBU).
Menurut Direktur Pengembangan Bisnis Asuransi Jasindo, Sahata L Tobing, dengan adanya AUBU, petambak udang tidak perlu lagi takut mengalami gagal panen. Sebab, lini usaha yang mereka jalani akan terlindungi ketika terjadi risiko kematian udang yang menyebabkan kegagalan panen.
"Manfaat utama lainnya adalah petambak bisa mendapat kepastian jaminan modal biaya produksi untuk budidaya selanjutnya,” ujar Sahata dikutip dari keterangannya, Senin 10 Februari 2020.
Lebih lanjut dia mengatakan, asuransi udang ini juga menjadi amanat Undang-undang No7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
“Asuransi Jasindo ditunjuk sebagai Ketua Konsorsium mengingat pengalamannya dalam menjalankan asuransi program pemerintah,” lanjutnya.
Selain Asuransi Budidaya Udang, Asuransi Perikanan bagi Pembudidaya Ikan Kecil atau disingkat APPIK pun diluncurkan. Program pemerintah ini memberikan premi 100 persen ditanggung Pemerintah.
Rate premi untuk AUBU ditetapkan 3 persen per siklus (4-5 bulan), sedangkan untuk APPIK Rate Premi ditetapkan bervariasi sesuai dengan komoditi ikan yang diasuransikan. Biaya administrasi dikenakan hanya untuk polis dan bea meterai. Sahata menambahkan, petambak udang akan mendapatkan perlindungan sesuai dengan biaya ongkos produksi atau modal yang diajukan menjadi nilai pertanggungan.
Sedangkan untuk APPIK dia menjelaskan, nilai pertanggungan telah ditetapkan per komoditas. Yakni, ikan patin Rp3 juta, nila payau Rp5 juta, nila tawar Rp4,5 juta, bandeng Rp3 juta, polikultur Rp7,5 juta, udang Rp7,5 juta, dan lele Rp4,5 juta. AUBU ditujukan untuk petambak semi intensif sampai dengan super intensif baik vaname maupun windu.
“Untuk petambak dengan teknologi sederhana bila ingin mengikuti asuransi AUBU maka pendaftaran harus di koordinir oleh Dinas Kelautan dan Perikanan di daerah setempat,” ujarnya.
Dia menjabarkan, alur pendaftarannya dengan cara menyerahkan dokumen, mengisi formulir, survei mitigasi risiko, membayar premi asuransi, dan menerima polis asuransi. Dokumen pendukung yang diperlukan untuk mendaftar berupa formulir pendaftaran, fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan sertifikat Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).
Sementara untuk klaim, pelaporan dan proses bisa diajukan dalam waktu 3 x 24 jam setelah musibah terjadi. Tertanggung wajib melaporkan kepada penanggung melalui sarana komunikasi tercepat, disertai foto-foto kerusakan.
"Hasil survei klaim akan dituangkan dalam bentuk berita acara survei klaim yang ditandatangani tertanggung, petugas pendamping yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, serta petugas klaim asuransi. Dengan Asuransi Usaha Budidaya Udang, budidaya aman, premi ringan, dan usaha lancar," tegasnya.