Minyak Sawit Diganggu Eropa Lagi, Airlangga: Kita Terlalu Rendah Hati
- ANTARA FOTO/Jojon
VIVA – Komoditas minyak kelapa sawit kembali mendapat perlakuan khusus dari Uni Eropa, salah satunya terkait Isu kontaminan 3-monochlorpro-pandiol ester (3-MCPD Ester) dan glycidol esters (GE). Negara-negara produsen minyak kelapa sawit pun geram dan sepakat untuk melakukan kampanye tandingan yang lebih agresif.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartato mengatakan, tindakan Uni Eropa tersebut adalah dengan merumuskan peraturan baru terkait tingkat 3-MCPD Ester dan GE pada kelapa sawit yang terlalu tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya. Hal itu merupakan bentuk hambatan perdagangan baru.
"Tentu Eropa ini kan meningkatkan trade barrier dengan mencoba merumuskan standar yang lebih tinggi lagi, tentunya hal seperti ini tidak bisa terus kita biarkan," kata dia di acara Council of Palm oil Producing Countries Forum on 3-MCPD and GE di Jakarta, Jumat, 7 Februari 2020.
Sebagaimana diketahui, Uni Eropa mencatat minyak sawit mengandung 3-MCPD Ester dan GE yang tertinggi diantara minyak nabati lainnya, yakni masing-masing 3-7 ppm dan 3-11 ppm. Saat ini pihak Uni Eropa sedang mengusulkan peraturan terkait level 2,5 ppm untuk 3-MCPD sebagai batas aman untuk minyak sawit.
"Kita terlalu lebih rendah hati karenanya harus kita beri tekanan bahwa sawit adalah komoditas utama dan unggulan ekspor kita dan kita harus bicarakan ini lebih keras bukan suara seperti di ASEANÂ saja tapi Guetemala dan Colombia," tuturnya.
Namun begitu, Airlangga mengakui bahwa para produsen minyak kelapa sawit tersebut, memang harus menentukan batasan aman besaran zat-zat negatif yang harus di keluarkan dari minyak tersebut. Hal itu dilakukan supaya minyak sawit memang terbukti aman untuk dikonsumsi.
"Konsumen saat ini memperhatikan itu dan memastikan tidak terkontaminasi oleh bahan apapun dan sehat untuk dikonsumsi. Kami lihat ada tantangan memenuhi persyaratan ini dan semua ini harus dikembangkan forum ini sebagai bagian dari upaya-upaya yang kita lakukan," tegasnya.
Di sisi lain, dia juga meminta supaya negara produsen minyak sawit memiliki kesamaan level sertifikasi minyak sawit. Sebab selama ini, dikatakannya, Indonesia menggunakan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), Malaysia dengan MSPO dan Eropa dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).
"Jadi power negosiasi kalau kita punya standar yang sama karena Indonesia dan Malaysia kan 80 persen dari total produksi sehingga kalau 80 persen mengatakan mau standar ini, maka pihak lain enggak bisa apa-apa, selama kita belum, maka dia bilang pakai aja standar saya, RSPO," ungkap dia.Â